Rabu, 07 September 2011

Julissa, Saya orang Amerika dan saya juga manusia

| Rabu, 07 September 2011 | 0 komentar


Julissa Fikri
Julissa Fikri tumbuh dan besar di East Harlem. Salah satu permukiman terbesar yang didominasi warga keturunan Amerika Latin di New York, Amerika Serikat. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya, keputusanya memeluk Islam akan memicu kebencian keluarga dan lingkungannya.

“Begitu saya mulai mengenakan jilbab, saya selalu menjadi perhatian orang-orang di sekeliling,”

Fikri lahir di tengah keluarga keturunan hispanik yang mayoritas beragama Katolik. Ia memutuskan masuk Islam semenjak tujuh tahun silam.
“Mereka melihat saya berjilbab. Mereka berpikir saya dipaksa suami dan itu keliru,'' katanya. ''Memang tidak buruk, saya tidak merasa tertindas. Saya sangat nyaman. Saya hanya ingin orang tahu bahwa saya orang yang sama.''

Fikri, keturunan Puerto Rico dan Dominika, tengah menjalani dakwah di kalangan terdekatnya, termasuk ibunya sendiri. Ia gunakan situs jejaring video Youtube guna menyebarkan kisah keislamannya. “Islam merupakan hal yang asing bagi masyarakat hispanik,” ungkap Fikri.

Islam Identik Arab
Mereka, ungkapnya, mengasosiasikan Islam dengan budaya Arab. Padahal, Islam lahir bukan untuk kalangan tertentu. Islam lahir untuk semesta alam. ''Karena itu, saya ingin memperkenalkan Islam kepada masyarakat hispanik,” katanya.

Fikri mengatakan telah mengeksplorasi Islam semenjak 2004 silam setelah mengalami krisis identitas. Ia cari mencari agama yang sesuai dengan dirinya.

Hidayah pun datang. Ia berkenalan dengan Alquran terjemahan bahasa Spanyol. Selanjutnya, ia bertemu pria yang menuntunnya masuk ke dalam Islam. Pria asal Mesir itu lalu menjadi pasangan hidupnya.

Awal tahun ini, tepatnya Februari, Fikri mulai mengenakan jilbab. Pengalaman pertama Fikri mengenakan jilbab mendapat cobaan. Saat ia menjemput putrinya, ia berpapasan dengan pria latin. Oleh pria itu, ia disebut perempuan Arab. “Oh jadi, ia telah berubah ras,” kenang Fikri menirukan perkataan pria tersebut.

Dalam insiden lain, seorang perempuan di sebuah kios menatapnya dan menyebutnya teroris. “Saya merasa sakit. Sebelum anda menghakimi saya, ingat saya memakai syal yang sama dengan mereka. Di bawah kerudung, saya hanya orang yang sama. Saya orang Amerika..dan saya juga manusia."

Sumber: Republika

SelengkapnyaJulissa, Saya orang Amerika dan saya juga manusia

Senin, 29 Agustus 2011

Sigit Nugroho, Mantan Atheis, Merasakan Ketenangan Setelah Masuk Islam

| Senin, 29 Agustus 2011 | 0 komentar
Sigit Nugroho
Pria kelahiran Semarang, 6 Oktober 1965 ini adalah anak tunggal dari pasangan Letkol Pol Djati Koenjtono(Alm) dan Soeharsi. Selain sebagai seorang wartawan ia juga berfrofesi sebagai komentator olah raga disejumlah stasiun televisi swasta dan juga stasiun tv nasional.

Sigit mengaku sudah dua tahun memeluk Islam. Sebelum memilih Islam, ia sebelumnya telah melewati tiga fase agama dalam kehidupannya.

Pertama ia dulu seorang yang tidak beragama (atheis), kemudian ia masuk menjadi orang khatolik. Tak beberapa lama kemudian ia keluar dari agama tersebut dan kemudian menjadi seorang Muslim

Kini Sigit mengakui lebih giat untuk memperdalam ajaran agama islam dan tidak akan mempermainkan agama seperti sebelumnya. Ada pengalaman religi yang ia ungkapkan setelah dirinya memeluk agama Islam.

Ia mengaku dahulu sebelum dirinya menjadi seorang mualaf, ia merasakan ketidaktenangan dalam hidup. Tak hanya itu, ia merasa uang hasil kerjanya tak bisa dinikmati dengan baik karena membuat tubuh jadi panas.

Namun kini setelah ia masuk dan memeluk agama islam, ia merasakan ketenangan dalam hidup dan uang hasil kerjanya dapat dinikmati tanpa ada keganjilan.

Setelah benar-benar mencoba menjadi seorang Muslim yang taat ibadah dan mempunyai pengetahuan agama, Sigit merasakan kedamaian dan ketenangan jiwa dalam menjalani kehidupan. "Islam menjadikann saya pribadi yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan," ujarnya.

Dahulu. tutur Sigit, ia selalu menyerah dalam menghadapi setiap masalah yang sedang dihadapinya. Ia juga mengaku tidak mempunyai seorang teman pun untuk membantunya mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapinya.

Kini setelah menjadi seorang Muslim ia mempunyai banyak teman dan selalu terbantu dalam memecahkan permasalah yang ada dalam kehidupannya. Diisinilah ia mengetahui arti islam yang sebenarnya.

Ramadhan selalu dimaknai Sigit sebagai bulan yang sangat istimewa, karena pada saat bulan suci ini, ia bisa lebih bersabar dalam menghadapi setiap permasalahan yang datang. Kondisi itu menjadikan dirinya mempunyai ketegaran iman yang kuat dalam memaknai kehidupan yang baru sebagai seorang muslim.

Ramadhan kali ini ia juga mempunyai tugas yang cukup berat namun sekaligus pengalaman cukup berarti. Pasalnya ia menjadi ketua umum dalam acara kegiatan Talk Show Ramadhan 2011 yang diadakan bersama para mualaf yang ada di Jakarta.

Dalam penggalangan dana, ternyata ia mengalami kesulitan. “Untuk urusan agama ko masih banyak ya yang sulit sekali beramal dan menyisihkan sedikit hartanya di bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah ini” tuturnya.

Kini sebagai seorang Muslim, ia pun juga mempunyai keinginan mengajak para mualaf yang lain untuk lebih giat mempelajari ilmu agama islam dan mengetahui pengetahuan yang luas tentang ajaran islam.

Sigit pun memberikan sedikit saran kepada para mualaf lain yang datang di acara diskusi ini. "Sebagai eorang mualaf kita harus benar-benar pegang teguh agama ini, janganlah kalian main-mainkan ajaran Islam ini, dan para mualaf yang lain harus tetap semangat menghadapi cobaan yang begitu sulit, apalagi setelah kita mengucap ikrar keimanan," ujarnya.

Sumber: Republika.co.id
SelengkapnyaSigit Nugroho, Mantan Atheis, Merasakan Ketenangan Setelah Masuk Islam

Minggu, 28 Agustus 2011

Mu Kim Ni, Kagum Keharmonisan Ummat Islam

| Minggu, 28 Agustus 2011 | 0 komentar
Mu Kim Ni
Karena merindukan profil keluarga yang rukun dan damai, Mu Kim Ni, kabur dari rumahnya di Baturaja Sumatera Selatan, tahun 1991. Saat itu, ia baru tamat SMA. Ani, begitu perempuan kelahiran 17 Oktober 1972 ini akrab disapa, menemukan kedamaian dan keharmonisan justru di dalam keluarga sahabat–sahabatnya yang dijumpai di rumah mereka saat belajar bersama semasa SMA.


Ia melihat keluarga teman-temannya yang Muslim sangat harmonis menjalankan ajaran agama Islam dengan tekun. Alasan ini pula yang  mendorongnya memeluk Islam. Namanya kemudian berganti menjadi Murniati Mukhlisin.

"Saya ingin memperbaiki keadaan keluarga dan memberikan contoh kepada keluarga terutama adik–adik, tentang makna sebuah keluarga," kata ibu dari Layyina Humaira Tamanni (11), Hayyan Hani Tamanni (9) dan  Rayyan Ayman Tamanni (7)  ini.

Namun bukannya didengar, ia malah diejek dan dicemooh. Namun, Ani tak terlalu mengambil hati dan tetap melakukan pendekatan pada keluarga.

Melalui seorang wartawan, Ani mendapatkan rekomendasi orangtua asuh dari PITI (Pembina Iman Tauhid Islam d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia). Ia diterima dengan hangat di keluarga Ustazah Qomariah Baladraf Teh Giok Sien di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Di Jakarta, Ani aktif mengikuti kegiatan kepemudaan Islam di Masjid Istiqlal dan di Yayasan H Karim Oei, di Jl Lautze. Secara ekonomi, ia juga mulai mandiri setelah diterima bekerja di sebuah bank swasta di Jalan Sudirman Jakarta. "Walau kadang sedih juga,  karena harus melepas jilbab setiba di kantor, karena bank yang banyak memperkerjakan staf non-Muslim tidak memberikan izin berjilbab," katanya.

Walau jauh dari kampung halamannya, ia tetap memperhatikan keluarganya, yang saat itu belum sepenuhnya menerima keislamannya.
Ani mengungkapkan, sejak kabur dari rumah, ia berusaha mengambil hati keluarganya. Berkirim kabar dan hadiah, salah satu upayanya.

Kerja keras wanita yang kini menjabat sebagai wakil ketua  Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia ini, membuahkan hasil. Mama dan beberapa adiknya luluh hatinya. Tak hanya merangkulnya kembali, belakangan mereka juga turut menganut Islam. Keinginannya terkabul: memiliki keluarga yang hangat dan saling mendukung.

Di sisi spiritual, Ani terus mengasah ilmu agamanya. Ia yang terpacu untuk terus mendalami Islam dengan melanjutkan kuliah di bidang akuntansi syariah setelah dua tahun bekerja di Jakarta. Ani berhasil melanjutkan kuliah di International Islamic University Malaysia dengan beasiswa dari sebuah perusahaan swasta di sana. Di sana pula Ani belajar Islam lebih insentif, termasuk belajar bahasa Arab.

Bekal keluwesannya dalam bergaul dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan Arab serta keaktifannya dalam organisasi, membuat Ani semakin mandiri. Bahkan, istri Luqyan Tamanni ini sudah mendapatkan pekerjaan bergengsi ketika belum selesai kuliah, di sebuah lembaga akuntan publik ternama di negeri jiran itu.

Kini, perempuan yang sangat meminati kajian standar akuntansi keuangan syariah internasional ini, segera berangkat ke Inggris untuk melanjutkan kuliah strata tiga. ''Insya Allah dalam waktu dekat saya berangkat," katanya. Di Gloucestershire University, ia bakal menimba ilmu ekonomi syariah.

Sumber: Republika.co.id
SelengkapnyaMu Kim Ni, Kagum Keharmonisan Ummat Islam

Yahya Schroeder, Menemukan Hidayah Saat Sekarat

| | 0 komentar
Aku tak peduli lagi dengan cederaku. Aku bahagia karena Allah masih mengizinkanku untuk terus hidup.

Bila Allah SWT berkehendak dan memberikan hidayah pada seseorang maka tak ada yang sanggup menghalanginya. Dan, rencana Allah pasti akan terlaksana. Allah berfirman, ''Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.'' (Al-Insyirah [94]:6).

Ayat ini sangat tepat disematkan pada Yahya Schroeder, pemuda asal Jerman. Kecelakaan yang menimpanya saat akan berenang, membuatnya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

''Suatu hari, ketika aku ikut dengan kawan-kawan pergi berenang. Saat akan melompat ke kolam, aku terpeleset dan jatuh tidak sempurna. Akibatnya, kepalaku terbentur pinggir kolam dan punggungku retak parah. Ayahku segera membawaku ke rumah sakit,'' terang Yahya Shcroeder, sebagaimana dikutip islamreading.com.

Selama di rumah sakit, dokter menyarankannya untuk tidak banyak bergerak. Sebab, cedera punggungnya cukup parah dan engkel tangan kanan bergeser. ''Nak, jangan banyak bergerak, ya. Sedikit saja salah bergerak, bisa menyebabkan cacat,'' kata dokter. Kalimat ini membuatnya makin tertekan.

Ia kemudian dibawa ke ruang operasi. Melihat kondisinya yang kritis, salah seorang temannya, Ahmir, berkata padanya, ''Yahya, hidupmu kini ada di tangan Allah. Ini mirip seperti perjudian, antara hidup dan mati. Kini, kamu berada di puncak kenikmatan dari sebuah pencarian. Bertahanlah, sabarlah sahabat. Allah pasti akan menolongmu.'' Kalimat Ahmir memotivasi Yahya untuk bangkit lagi dengan semangat hidup yang baru.

Operasi punggung dan luka-luka lainnya berjalan selama lima jam lebih. Yahya baru siuman hingga tiga hari kemudian. Saat terjaga, ia kesulitan menggerakkan tangannya. ''Entah mengapa, saat itu aku merasa seperti orang yang sangat bahagia di muka bumi, kendati sedang dibalut luka. Aku tak peduli lagi dengan cederaku. Aku bahagia karena Allah masih mengizinkanku untuk terus hidup.''

Bahkan, ketika dokter memintanya untuk istirahat dulu di rumah sakit selama beberapa bulan, ia menolaknya. Semangat hidupnya mampu mengalahkan rasa sakit yang dideritanya. Tak lebih dari dua minggu, Yahya sudah boleh pulang, lantaran kerja keras yang penuh disiplin dan latihan rutin yang ia lakukan.

Ketika dokter datang dan mengajaknya untuk latihan naik tangga, ternyata sang dokter dibuat kaget ketika ia mampu melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

''Kecelakaan itu telah mengubah jalan hidupku. Aku jadi suka merenung. Jika Allah menginginkan sesuatu, kehidupan seorang bisa berubah hanya dalam hitungan detik. Aku pun mulai serius berpikir tentang hidup ini dan Islam tentunya. Keinginan untuk memeluk Islam makin menjadi-jadi.
Dan, bila itu aku lakukan, risikonya aku harus meninggalkan rumah dan keluarga yang aku cintai, serta semua kemewahan hidup yang selama ini aku jalani. Namun, tekadku sudah bulat. Aku segera pindah ke Postdam dan tinggal bersama ayahku,'' terangnya.

Kedua orang tuanya telah berpisah, dan Yahya ketika itu ikut dengan ibu dan ayah tirinya. Namun, sejak peristiwa itu, ia memutuskan untuk tinggal bersama ayahnya.

Kala pindah ke Potsdam, Yahya cuma membawa beberapa lembar pakaian, buku sekolah, dan beberapa CD kesayangannya. Ia tinggal sementara di apartemen ayahnya. ''Tempatnya sangat kecil hingga terpaksa aku harus tidur di dapur. Tapi, aku bahagia, persis seperti saat siuman dari rumah sakit akibat kecelakaan itu,'' paparnya.

Padahal sebelumnya, saat masih bersama ibunya, Yahya hidup mewah dan enak. Pakaian bagus, rumah luas, mobil, makan enak, dan berbagai kesenangan duniawi lainnya. Ia juga suka pesta minum alkohol bersama teman-temannya hingga mabuk.

''Entahlah, dengan semua itu, aku merasa hidup tidak tenang, selalu gelisah. Kala itu pun aku berpikir untuk mencari 'sesuatu' yang lain,'' ujarnya.

Memeluk Islam
Dan, melalui ayah kandungnya yang sudah menjadi Muslim pada tahun 2001, Yahya menunjukkan ketertarikannya untuk mempelajari Islam. Ia pun suka bergaul dengan komunitas Muslim Postdam. Ayahnya secara diam-diam memperhatikan tingkah laku Yahya. Ia menginginkan, anaknya ini mempelajari Islam secara sungguh-sungguh dan bukan ikut-ikutan. Setelah dirasa cukup mantap, Yahya akhirnya memeluk agama Islam, saat usianya menginjak 17 tahun, tepatnya pada November 2006 silam.

Begitu teman-teman sekolahnya tahu, ia memeluk Islam, sumpah serapah, caci maki, dan penghinaan ia terima dari teman-temannya yang dahulu bersamanya. Namun demikian, Yahya tak khawatir. Ia merasa sudah mantap dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhamamd Saw ini.

''Saat teman-temanku tahu aku telah memeluk Islam, mereka menganggap aku gila, bodoh, dan main-main. Mereka menganggap, Islam itu agama teroris, Arabisasi, suka berbuat kekerasan, mendiskriminasikan perempuan, dan lain sebagainya. Namun, aku tak membalasnya. Saya tahu, mereka melakukan itu karena mereka tidak mengenal Islam dengan baik. Mereka hanya tahu dari media massa yang turut serta menyudutkan Islam,'' terangnya.

Setelah 10 bulan berjalan sejak keislamannya, teman-temannya akhirnya berubah sikap. Mereka yang tadinya usil, mulai menunjukkan simpati bahkan bertanya tentang Islam padanya. ''Aku pun melakukan dakwah di kelas pada teman-temanku tentang Islam. Mereka akhirnya menyadari, Islam punya aturan dan moral yang sangat baik dan teratur. Tidak berjudi, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya,'' ungkapnya.

Sikap simpati juga ditunjukkan pihak sekolah. Yahya diberikan sebuah ruangan khusus untuk melaksanakan shalat. ''Padahal, siswa Muslim cuma aku satu-satunya,'' kata dia.

Sikapnya yang lebih santun, sopan, dan hormat, membuat teman-temannya makin suka bergaul dengan Yahya. Ia memosisikan dirinya sebagai seorang sahabat yang baik dan tidak memihak kelompok manapun di sekolahnya.

Sikapnya ini membuat ia bisa bergaul dan diterima di semua kelompok.
''Kalau di antara mereka punya acara, mereka akan mengundangku. Mereka juga menyediakan makanan halal yang diperuntukkan bagiku. Mereka benar-benar terbuka dengan Islam.''

Kini, setelah memeluk Islam, kesibukan Yahya Schroeder makin bertambah. Ia menjadi produser film, YaYa Productions di Postdam. Produksinya terutama film-film dokumenter yang mengisahkan perjalanan hidup seorang mualaf, dan kebanyakan dalam bahasa Jerman dengan terjemahan bahasa Inggris.

''Tujuanku membuat film adalah untuk menunjukkan kepada kalangan non-Muslim bagaimana Islam yang sebenarnya. Jauh dari apa yang ditampilkan media selama ini. Mudah-mudahan film-film itu bisa mencerahkan pandangan mereka,'' ujar Yahya.
SelengkapnyaYahya Schroeder, Menemukan Hidayah Saat Sekarat

Jumat, 26 Agustus 2011

Prof. James Frankel, Islam Membuat Saya Jauh Lebih Baik

| Jumat, 26 Agustus 2011 | 0 komentar

James Frankel
Setelah ucapan teman yang membuatnya sangat shock, James Frankel mengontak sahabatnya itu dan memintanya mengirimkan beberapa literatur mengenai pengenalan Islam dan kehidupan seorang Muslim.

Mansour mengirimkan beberapa buku dan satu buku yang memiliki pengantar yang sangat bagus, baik tentang kepercayaan dalam Islam dan Rukun Islam. Dari buku tersebut James belajar tentang shalat, bagaimana mengucapkan syahadat, dan bagaimana berwudhu.

Kemudian James belajar shalat. James merasa dirinya menjadi Muslim kloset karena ia harus kucing-kucingan dengan keluarganya ketika melaksanakan shalat. Bahkan melaksanakan puasa di bulan Ramadhan pun ia lakukan sendiri. Ia melihat pergerakan matahari untuk menentukan waktu imsak dan berbuka. “Saya mencari tahu kapan matahari terbit dan tenggelam,” ujarnya dalam onislam.net.

Begitulah kehidupannya selama 6-8 bulan pertama sebagai seorang Muslim. Petunjuknya hanyalah Alquran dan buku yang diberi temannya. Selama itu ia mempelajari segalanya tentang Islam sendiri. James belum memberitahu keluarganya mengenai keputusannya memeluk Islam. Namun pada suatu malam ia berkata pada keluarganya ia membaca Alquran. Dan keluarganya berkata padanya, “Ya kami dapat melihat kau membawanya kemana-mana,”

Reaksi ibu James mendengar anaknya menjadi seorang Muslim sangatlah keras. Ia menangis dan bertanya pada ayah James. Ia terus berucap bagaimana hal ini bisa terjadi pada keluarganya. Namun ayahnya lebih tenang menanggapi hal tersebut dan mungkin ia berpikir, “Anakku adalah seorang komunis ketika ia berumur 13 dan ia seorang skinhead ketika ia berumur 16 tahun. Ia telah melewati banyak fase dan mungkin ini adalah fase lain,”

Tentu saja hal ini merupakan fase penting dalam diri James. Dan ini bukanlah fase yang akan ia lewati begitu saja. Tahun pertama merupakan tahun yang sulit bagi James karena sulitnya berkomunikasi dengan orangtuanya mengenai hal itu. Akan tetapi perlahan-lahan orangtuanya mulai mengertia dan menerima hal tersebut.

Islam telah membuat James menjadi orang yang lebih baik. Awalnya sang ibu takut James akan menjadi seorang monster ketika menganut Islam. Namun Islam tentunya telah membuatnya menjadi seseorang yang berbeda. “Setiap orang memiliki jalan yang berbeda-beda,” kata dia.

Dan hal ini pun telah mempengaruhi karirnya. Ia tidak akan pernah tahu apakah ia akan menjadi seorang profesor seperti saat ini apabila ia tidak menjadi seorang Muslim. Perjalanannya menemukan Tuhan sudah terbilang sekitar dua puluh tahun. “Dan hanya Allah yang tahu kapan perjalanan ini akan berakhir,”

Sumber: Republika.co.id

SelengkapnyaProf. James Frankel, Islam Membuat Saya Jauh Lebih Baik

Neelain, Yesus Bukan Tuhan Tetapi Allah

| | 0 komentar

Suatu hari, dalam sebuah kereta bawah tanah, seorang anak berusia 14 tahun bernama Neelain Muhammad bertemu pria kulit hitam. “Ucapkan syahadatmu, ucapkan syahadatmu!“ ujar pria yang berasal dari Nation of Islam itu, sedikit memaksa. Neelain pun langsung menghindar dan menjauhi pria itu.

Sejak itulah, Neelain mulai mengenal Islam. Pada waktu itu, kata dia, kelompok Muslim kulit hitam di Amerika yang tergabung dalam Nation of Islam amat gencar memperkenalkan Islam. “Mereka ada di mana-mana seperti semut," ujarnya dalam sebuah acara televisi bertajuk The Deen Show.

Dari pengalamannya bertemu pria kulit hitam yang memintanya mengucap syahadat, dia juga mulai tahu bahwa memakan daging babi dilarang oleh ajaran Islam. Uniknya, sejak mengetahui informasi itu, Neelain tak mau lagi mengonsumsi daging babi.

Neelain akhirnya bergabung dengan Nation of Islam. Ia bahkan sempat menjadi letnan di organisasi tersebut. Ia bertugas menyebarkan ajaran kelompoknya kepada orang-orang negro yang ditemuinya. Di organisasi itu pula, ia mempelajari Islam.

Neelain mengaku bahwa Yesus bukanlah Tuhan seperti yang selama ini diajarkan keluarganya. Bagi dia, Yesus adalah seorang Nabi yang diutus Allah untuk menyampaikan kebenaran kepada umatnya. Yesus tidak pernah diminta untuk disembah sebagai Tuhan dan Yesus tidak pernah datang untuk membersihkan dosa manusia.

“Karena setiap manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Baik atau buruk yang mereka lakukan bergantung pada perilaku mereka sendiri,“ kata salah seorang pengawal pribadi Muhammad Ali ini.

Di kemudian hari, menyadari kiprah Nation of Islam tak lagi sesuai dengan syariat, Neelain memutuskan untuk mundur.
   
Setelah menjadi Muslim dan berkeluarga, Neelain Muhammad berkunjung ke rumah orang tuanya di Georgia, Amerika Serikat. Istri dan anak perempuannya juga ikut berlibur. Putri Neelain yang bernama Jasmin akrab bermain bersama sepupunya.

Ketika bermain, mereka berargumen tentang Tuhan. “Yesus adalah Tuhan,“ ujar salah seorang sepupu Jasmin.

“Bukan, dia bukan Tuhan. Allah adalah Tuhan, satu-satunya Tuhan,“ sanggah Jasmin.

Mereka memperdebatkan hal itu dengan saling beradu argumen. Bahkan, sampai di meja makan, mereka bertanya, “Siapakah Tuhan yang sebenarnya, Ayah? Yesus atau Allah?
Aku mengatakan kepada mereka (sepupu-sepupu), Allah adalah Tuhan,“ ungkap Jasmin.

Mendengar hal tersebut, istri Neelain menyikut suaminya agar tidak merusak suasana di meja makan. Maklum saja, sebagian besar keluarga Neelain adalah penganut Katolik yang taat.
Untuk memuaskan hati anaknya, Neelain hanya berkata singkat, “Ya, Allahlah Tuhan.“

Ayah Neelain yang juga berada di ruang makan itu merasa kecewa. Ia merasa Neelain telah mengajarkan sesuatu yang salah dan menyimpang dari ajaran Kristen kepada cucunya, meskipun ia tahu Neelain telah memeluk Islam.

Keesokan harinya, ayah Neelain mengajar kelas minggu di gereja. Neelain ingin sekali datang ke gereja dan mengikuti kelas tersebut. Namun, kedua orang tuanya tidak mengundangnya ke sana karena ia memakai gamis dan peci. Ibu Neelain menyuruhnya agar ganti pakaian terlebih dahulu bila ingin datang ke gereja, namun Neelain menolak.

Akhirnya, kedua orang tua Neelain meninggalkannya dan ia berangkat sendirian. Gereja tempat ayahnya bekerja terletak tidak jauh dari rumah orang tua Neelain. Ia pergi ke sana sendirian. Ketika ia membuka pintu gereja, seluruh mata di dalamnya memandang kedatangan Neelain. Terlebih lagi, pada pakaian yang dikenakannya.

“Bagi mereka, pakaian tersebut terlihat lucu,“ ujar Neelain.

Seorang wanita yang juga mengajar kelas minggu mengajaknya masuk dan ikut dalam satu kelompok besar. Ayahnya mengajar di kelompok lain. Ketika itu, mereka mendiskusikan tentang Nabi Musa.

Seorang pria meminta dia untuk mendekatinya. Pria itu berusia sekitar 60-70 tahun. Pria itu sangat terkesan dengan jawaban dan penjelasan Neelain tentang Nabi Musa.

“Dari mana Anda mempelajari semua itu?“ tanya pria tua itu.

“Saya mempelajarinya dari Alquran,“ jawab Neelain.

Lalu, pria itu mengajaknya menjadi pembicara di gereja pada hari itu. Setelah menjadi pembicara, ia pulang ke rumah. Kedua orang tuanya telah terlebih dahulu pulang. Ia tidak menyangka sambutan yang diberikan keluarganya akan begitu meriah.
Mereka bertepuk tangan dan memberikan selamat kepada Neelain. Sang ibu memeluknya dan ayahnya mengaku bangga.

Sejak saat itu, ia berusaha mengajarkan tauhid kepada ayahnya. Perlahan-lahan, ayahnya pun mulai menerima konsep satu Tuhan sebelum ajal menjemput. Namun, ketika Neeilan memberi tahu tentang Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, sang ayah menolak hal tersebut.

Setelah ayahnya meninggal, ia berusaha mengajarkan hal itu kepada ibunya. “Saya berusaha sekeras mungkin untuk mengajarkan konsep ini kepada ibu saya. Semoga ia dapat memahaminya."

sumber: Republika.co.id

SelengkapnyaNeelain, Yesus Bukan Tuhan Tetapi Allah

Jason Perez, Perilakunya Membuat 55 Orang Terdekatnya Ikut Menganut Islam

| | 0 komentar

Jason Perez
Tayangan The New Muslim Cool sangat menyentuh publik Amerika Serikat. Di dalamnya berisi tentang pengalaman rohani salah satu rapper negeri itu, Jason Perez - namanya menjadi Hamza Perez setelah masuk Islam dan pandangannya tentang agama.

Ada satu kutipan satir tapi membuat publik terhenyak tentang betapa SARA di AS mulai memprihatinkan adalah, "Anda seorang ayah tunggal, sekarang Anda menikah lagi, jadi Anda seorang pria yang sudah menikah, Anda muslim, Anda orang Amerika, Anda Puerto Rika, kau dari the hood, Anda seorang seniman, Anda rapper ... terdengar seperti mimpi terburuk Amerika!"

Berikut ini wawancara islamicbulletin.com dengan Jason:

Islamicbulletin: Bisakah Anda ceritakan sedikit tentang diri Anda?

Jason: Saya lahir di Brooklyn, NY. Saya dibesarkan di sebuah proyek perumahan di seberang jalan masjid. Ibu saya membesarkan saya di sana. Setelah saya besar, kami pindah ke Puerto Rico, dan setelah itu kami pindah bolak-balik antara Massachusetts dan Puerto Rico.

IB: Dapatkah Anda menceritakan sedikit tentang pendidikan agama Anda?

J: Ya, ibu saya Katolik. Tapi, nenek saya di Puerto Rico adalah Pembaptis. Selama sekolah, saya selalu di sekolah Katolik.

IB: Bagaimana Anda bisa berpindah menjadi Muslim?

J: Saya memiliki seorang teman bernama Louie Ekuador. Kami tumbuh bersama, dan kemudian kami terlibat dalam penjualan narkoba bersama-sama. Saya adalah pencari kebahagiaan sebagai orang muda, tetapi saya tidak pernah menemukannya. Saya mencoba kehidupan jalanan dan obat-obatan tapi itu hanya membuat saya lebih tertekan. Meskipun kita menghasilkan uang, tidak memberi kita rasa atau kepuasan kebahagiaan. Suatu hari, ia berjalan dengan masjid, dan dia duduk di tangga. Seorang Muslim mendekatinya dan bertanya apa yang dia lakukan di sana dan mulai berbicara kepadanya tentang Islam. Dan dia akhirnya menjadi seorang Muslim. Kami tahu masjid ini karena kami dibesarkan di jalan, tapi, kami tak pernah tahu tentang Muslim dan ajarannya. Satu-satunya hal yang kita tahu tentang mereka adalah bahwa mereka membunuh kambing. Jadi, dalam masyarakat, masjid mereka lebih dikenal sebagai tempat dimana kambing dibunuh. Jadi kita akrab dengan gedung tetapi tidak benar-benar tahu tentang apa yang terjadi di dalamnya. Louise berakhir menjadi Muslim dan sempat menghilang selama 40 hari. Dia pergi dengan Jamaah Tabligh (komunitas guru Islam) menyebarkan Islam.

Namanya pun berubah, menjadi Lukman. Suatu hari Lukman datang berpakaian serba putih dengan seorang syekh bernama Iqbal. Kami sedang bermain dadu, minum, dan merokok saat itu. Tiba-tiba aku melihat sisi berbeda darinya. Ia terlihat lebih bercahaya. Saya bisa melihat perubahan dalam dirinya. Saya pikir, sesuatu yang serius telah terjadi dalam hidupnya. Jadi, saya meninggalkan orang lain yang minum dan merokok dan berjalan ke arah mereka. JDi sana, syekh bertanya apakah aku percaya bahwa hanya ada satu Allah. Aku berkata, "Ya." Dan kemudian dia bertanya apakah saya percaya pada Nabi Muhammad. Terus terang, saya tak pernah tahu tentang Muhammad SAW, tapi saya melihat cahaya dalam karakter dan wajah Luqman teman saya, jadi saya percaya. Saat itu juga saya minta dituntun mengucapkan syahadat, di pinggir jalan. Adik saya yang menyaksikan, ikut pula bersyahadat.

IB: Bagaimana orangtua Anda bereaksi terhadap Anda yang menerima Islam?

J: Keluarga saya awalnya kesal. Tetapi setelah mendapatkan kami bebas dari narkoba dan jauh dari kegiatan berbahaya lainnya, mereka menyukainya. Ibu saya sangat mendukungnya. Dia pikir itu sangat positif. Saya pun menjadi lebih peduli padanya; Saya membantu dalam urusan rumah tangga, dan melakukan apapun yang dimintanya. Dulu sebelum menjadi Muslim, saya tak pernah peduli padanya. Perubahan dalam diri saya membuat kakak saya menjadi Muslim juga. Kemudian salah satu teman saya menjadi Muslim. Lebih dari 55 orang yang kita kenal menjadi Muslim. Kami kembali ke tempat yang sama kita gunakan untuk menjual obat-obatan dan memasang tanda yang mengatakan, "Heroin membunuh kamu dan Allah menyelamatkan Anda!" Jadi, Anda tahu, banyak dari mereka dipengaruhi oleh Lukman. Termasuk saya.

IB: Apakah Anda pernah menemukan masalah dengan penerimaan Islam Anda?

J: Pada awalnya, karena saya merek baru Muslim, saya pikir saya harus mendengarkan setiap apa yang dikatakan seorang Muslim. Saya benar-benar tidak ada arah. Beberapa orang mengajarkan saya untuk melihat Muslim lain dan mengkritik umat Islam lain yang berjanggut panjang dan 'pakaian aneh' mereka. Sampai kemudian di satu titik: mengkritik orang menjadi lebih sering sementara mengingat Allah menjadi sedikit. Aku mulai kehilangan rasa manis yang saya alami ketika saya pertama kali menjadi Muslim. Kemudian saya melewati sebuah transformasi besar; hanya melihat kesalahan diri dan bukan kesalahan orang.

IB: Apakah Anda melihat kesamaan antara Islam dan agama-agama lain?

J: Ya, tentu saja. Ini semua terhubung. Saya tahu siapa Yesus, saya melihat gambar yang dikaitkan dengannya, tapi saya tidak benar-benar tahu tentang Yesus selain Natal, dan ayat-ayat yang kita baca diarahkan kepada kita oleh para imam dan pendeta. Kadang-kadang saya merasa kini saya menjadi pengikut Kristus dengan cara yang lebih baik setelah saya menjadi Muslim. Isa adalah Nabi-nya, bukan Tuhan.

IB: Apa dampak yang Islam telah pada kehidupan Anda?

J: Islam telah membuka mata saya untuk kesalahan saya sendiri. Sebelumnya, saya punya hal yang disebut nafs. Saya tidak tahu tentang nafs. Islam membuat saya sadar bahwa, di jalanan, Anda selalu mencari musuh. Dan Islam mengajarkan saya bahwa, dalam rangka untuk menemukan musuh saya, saya harus melihat di cermin. Musuh saya adalah diri saya sendiri; nafsu saya.Perilakunya

 


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaJason Perez, Perilakunya Membuat 55 Orang Terdekatnya Ikut Menganut Islam

Kamis, 25 Agustus 2011

Sara & Elaine, Sebelum Jadi Muslim Coba-coba Puasa, Kini Bersyukur Rasakan Ramadhan

| Kamis, 25 Agustus 2011 | 0 komentar

Sara dan Elaine
Seperti tengah menjalani cinta pertama. Inilah yang dirasakan Siti Sara Phang Abdullah dan Nur Balqis Elaine ketika menceritakan kembali konversi mereka ke dalam Islam. Ramadhan bagi keduanya, bak dicinta ulam tiba.

Dibesarkan dalam keluarga Kristen, Sara, 19, pada mulanya terpesona pada budaya Islam. Dia terpikat oleh tradisi seperti jilbab, dan bagaimana teman-teman Muslim-nya mempunyai banyak doa, sejak dari bangun tidur, makan, ke toilet, berkendara, hingga tidur lagi. Saat Ramadhan, mereka berpuasa.

"Tapi mereka tidak bicara tentang Islam, atau mempromosikannya pada saya. Saya jatuh cinta dengan keindahan Islam dengan sendirinya," tambahnya.

Elaine, 20, yang berdarah campuran Cina-Dayak, mengakui hal sama. "Aku punya teman banyak di sekolah Melayu, dan hatiku tertambak pada Islam. Ini adalah benar-benar baru dan perasaan yang hebat," katanya dalam bahasa Melayu fasih. Ibunya adalah seorang Katolik Roma.

Sambil tersenyum, dia menambahkan bahwa dia merasa lebih tenang sekarang banyak setelah memeluk Islam.

Berpakaian sederhana, dua wanita muda ini antuasias menceritakan kisah mereka di Perkim, sebuah organisasi kesejahteraan Islam yang didirikan untuk membantu mualaf Malaysia menyesuaikan diri dengan kehidupan baru sebagai Muslim.

"Ketika saya bangun selama sahur, saya senang untuk berpuasa," kata Sara. Ia, yang dulu kerap coba-coba berpuasa, mengikuti kebiasaan teman-teman muslimnya saat Ramadhan, menambahkan bahwa ia sedikit lelah dan haus di siang hari. "Jika saya bisa tahan, saya teruskan, tapi kalau perut terasa sangat nyeri karena asam lambung naik, saya berbuka."

Sedang Elaine, ia mengaku terbiasa berpuasa. Saat bersekolah di Kedah, ia kerap ikut berpuasa setiap hari Senin dan Kamis. "Perut saya sakit sedikit karena udara di dalam," akunya.

Elaine menambahkan bahwa puasa membuatnya sangat bahagia. Ia merasa tenang dan mengingatkan kerendahan hati dan kesabaran.

Meskipun kisah-kisah mereka diceritakan dengan kegembiraan yang besar, namun perjalanan mereka menemukan Islam tidaklah mulus. Sara dan Elaine tinggal di penampungan Perkim untuk anak perempuan, setelah keluarga mereka mengusirnya karena berpindah agama.

Sara berkata bahwa keluarganya tidak setuju dengan pilihannya pada Islam. Walau ia menyembunyikannya, akhirnya keluarga besarnya mengendusnya.

"Ayah saya melihat saya memiliki lebih banyak baju kurung, buku-buku Islam dan hal-hal keagamaan lainnya, sehingga ia bertanya," ia menjelaskan. Sara, yang dibesarkan sebagai seorang Protestan, akhirnya mengaku ia telah menjadi Muslim.

Dia mengatakan bahwa ibunya dan saudara perempuannya menerima, tetapi ayahnya telah memberinya ultimatum untuk memilih antara tinggal di rumah atau menjadi seorang Muslim. Dia memilih yang terakhir dan sekarang ia tinggal di penampungan dengan Elaine.

Elaine menyatakan ayahnya yang seorang Buddha telah menerima agama barunya. Tak demikian dengan sang ibu. ""Karena aku seorang Muslim sekarang, akan lebih mudah buatku untuk tinggal di luar saja," tambahnya.

Dia mengakui bahwa "agak aneh" bagaimana dia tertarik dengan Islam. "Setiap kali saya mendengar azan, hati saya gelisah," katanya dengan kilau di matanya.

Inilah yang mendorongnya untuk lebih banyak tahu tentang islam. "Islam lebih menenangkan. Aku lebih tenang sekarang," katanya.

Kedua gadis ini menjelaskan bahwa mengubah nama mereka tidak terlalu sulit. Yang dibutuhkan, katanya, adalah "Kad Islam" dari Departemen Agama Islam (Jawi), atau sebuah "Surat Sumpah", disertai akte kelahiran dan kartu identitas mereka. "Diurus di Putrajaya, maka di hari yang sama kita sudah bisa menyandang nama baru Muslim," kata Elaine.
 

sumber: republika.co.id

SelengkapnyaSara & Elaine, Sebelum Jadi Muslim Coba-coba Puasa, Kini Bersyukur Rasakan Ramadhan

La Bianca, Perempuan Desa yang Memilih Menjadi Seorang Muslimah

| | 0 komentar

La Bianca
La Bianca hanya seorang perempuan desa sederhana yang dibesarkan di sebuah peternakan di Perth, Australia Barat. Ketika masih anak-anak, ia punya hewan kesayangan, seekor kanguru. Ia juga membantu orang tuanya mengurus sapi-sapi dan domba. Meski perempuan, La Bianca senang berburu. Kelinci dan anjing hutan menjadi sasaran buruannya.

Keluarganya tidak terlalu ketat mengajarkan agama. Tapi La Bianca percaya adanya Tuhan dan ia dididik dengan tradisi dan nilai-nilai moral keluarga Italia, dimana seorang anak gadis sangat dijaga dan dilindungi.

Setiap Minggu, La Bianca dan keluarganya mengikuti misa ke gereja. Namun buat La Bianca, kedatangannya ke gereja cuma ikut-ikutan keluarganya saja, karena ia mengaku tidak paham apapun tentang agama yang dianutnya. Yang ia tahu, ia harus mengenakan gaun berwarna putih dan mengucapkan beberapa baris doa saat harus melakukan komuni. Yang ia tahu, Yesus dan Maria hanya patung yang dipajang di gereja. Tapi, La Bianca tetap percaya Tuhan itu ada dan ia tetap berdoa pada Tuhan.

Hingga beranjak remaja, La Bianca tidak pernah pergi ke kota, sehingga ia menjadi remaja yang cenderung lugu dan naif. Meski demikian, ada sisi positif dari kondisi seperti itu. La Bianca menjadi remaja yang sikapnya lebih alamiah dan lebih terbuka. Jika orang-orang kota cenderung bersikap lebih keras dan emosional, orang desa seperti La Bianca cenderung menerima setiap orang apa adanya.

Baru pada usia 16 tahun, La Bianca meninggalkan kehidupan pedesaan. Keluarga besar La Bianca yang keturunan Italia, banyak tersebar dan tinggal di kota-kota Australia dan ia tinggal dengan salah satu bibinya.

La Bianca mendapat pekerjaan pertamanya sebagai resepsionis. Di tempat kerjanya ia bertemu dengan seorang muslimah asal Afrika Selatan bernama Tasneem. Tasneem bukan tipikal muslim yang taat. Ia tidak mengenakan jilbab atau salat, tapi Tasneem selalu memastikan ia tidak makan makanan yang dilarang dalam agama Islam. Tasneem juga tidak minum minuman beralkohol. Namun Tasneem sering pergi klubing. Orang tua Tasneem mengizinkan puterinya klubing, asalkan pulang tidak terlalu larut malam.

Satu hal yang dipelajari La Bianca dari Tasneem adalah puasa di bulan Ramadan. Ia selalu merasa tertarik dengan Muslim, karena setiap muslim yang ia jumpai selalu bersikap hangat, ramah dan menerimanya apa adanya, dan ia melihat seorang muslim selalu cinta keluarga. La Bianca merasa nyaman bersosialisasi dengan teman-teman muslimnya. Suasana kekeluargaan yang ia rasakan, membuatnya selalu teringat akan kehidupan pedesaan yang ia tinggalkan selama ini.

Secara khusus, La Bianca mengaku lebih senang bergaul dengan mereka yang berasal dari atau keturunan orang Afrika. Karena orang-orang Afrika, menurutnya, lebih hangat dan ramah. Sedangkan orang Eropa, kata La Bianca, sikapnya dingin dan banyak menciptakan dinding pemisah di tengah pergaulan dengan orang lain.

Sikap La Bianca sama dengan ayahnya, yang selalu menghormati semua orang, tanpa melihat latar belakang etnisnya. Berbeda dengan ibunya yang agak rasis. Ibu Bianca masih beranggapan bahwa orang-orang Eropa lebih superior dibandingkan dengan bangsa lainnya.

Karena sering bergaul dengan muslim, teman-teman muslim Bianca terus bertambah. Dari mereka, ia tahu bahwa seorang muslim wajib menunaikan salat lima waktu setiap hari. Tapi La Bianca mulai banyak tahu tentang Islam ketika ia menikah dengan seorang lelaki muslim.

"Saya ingat, begitu ia bertemu saya, ia langsung mengenalkan saya pada ibunya dan mengatakan bahwa mereka ingin membuat komitmen jangka panjang--menikah dan membangun keluarga," tutur La Bianca.

Sejak itu, ia mulai mengikuti kursus agama Islam. Ia juga mulai mengubah cara berpakaiannya. La Bianca mulai mengenakan baju dan rok yang longgar. Ia mengatakan, saat belajar tentang Allah yang Mahabesar, ia merasa semua ajaran Islam masuk akal, indah dan harmonis.

Hal terberat bagi Bianca setelah belajar Islam adalah ketika ia mengenakan jilbab. Jilbab yang dikenakannya, mengubah citra dan sangat mempengaruhi jiwanya. "Di kampung halaman, di peternakan keluarga kami, di tempat kerja, orang selalu menanyakan mengapa saya mengenakan jilbab itu," ungkap Bianca.

Pertama kali melihatnya berjilbab, ayah Bianca berpikir bahwa Bianca tidak menghormati teman-teman ayahnya jika tidak mengenakan busana yang membuat senang teman-teman ayah Bianca. Bianca mengakui, awalnya ia merasa bersalah karena membuat ayahnya merasa tidak dihormati. Tapi seiring dengan menguatnya keyakinan pada Allah Yang Mahakuasa, Bianca menyadari bahwa ia ingin membuat Allah Swt senang lebih dari keinginannya untuk menyenangkan manusia.

"Saya berkata pada diri saya sendiri, bahwa saya tidak mau membuat konsensi apapun, karena saya tahu bahwa saya sudah melakukan hal yang benar. Saya juga tahu, jika saya mulai melakukan kompromi, maka kompromi itu tidak akan pernah berhenti dan saya akan hidup tanpa Islam sama sekali. Saya tidak mau itu terjadi," tukas La Bianca.

Meski awal mengenakan jilbab ia merasa repot dan kesulitan. La Bianca merasakan sendiri, setelah mengenakan jilbab, tak ada lelaki yang berani menggodanya dan ia merasa lebih dihormati sebagai perempuan.

"Saya mengagumi konsep bahwa kaum perempuan ibarat harta karun berharga, dan oleh sebab itu harus dilindungi dan hanya boleh dilihat oleh mereka yang berhak melihatnya," ujar La Bianca.

Ia akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat, disaksikan oleh beberapa orang sahabatnya pada tahun 2008. Bagi Bianca, Islam adalah kebenaran dan ia ingin terus dan terus memperdalam pengetahuannya tentang agama Islam. Suami dan keluarga suaminya memberikan dukungan moral pada La Bianca untuk mengenakan jilbab, meski butuh waktu untuk La Bianca untuk pada akhirnya mengenakan jilbab dengan benar.


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaLa Bianca, Perempuan Desa yang Memilih Menjadi Seorang Muslimah

Mustafa Garment, Menemukan Islam di Saat Tersulit

| | 0 komentar

Mustafa
Buku yang terletak di meja kantor Mustafa Garment berjudul "'Merubah' Rencana Permainan Anda. Bagi lelaki Afrika-Amerika yang memutuskan berpisah dari kehidupan kriminalnya dengan memeluk Islam, buku tersebut terkait erat ketimbang buku-buku yang pernah ada.

"Saya dapat katakan dengan mengubah rencana permainan, mengubah cara berpikir, karena seperti itulah cerita hidup saya," ungkap Mustafa, seorang kordinator forensik di Mahkamah Kesehatan Mental Brooklyn.

Mustafa, bercambang dan berpenuturan lemah lembut, 64 tahun itu tak sama dengan ia saat 20 puluh tahun lalu. Kini ia bekerja di Pengadilan Kesehatan Mental, sebuah lembaga yang berafiliasi dengan Mahkamah Tinggi Negara Bagian New York. Ia membantu penghuni penjara yang mengalami sakit mental dan kecanduan obat, mendapat perawatan layak

Tak ada satupun, menurut para sipir, yang dapat membantu lebih baik ketimbang Mustafa, lelaki yang telah menghabiskan awal kehidupannnya berjuang tanpa rumah dalam kecanduan obat-obatan dan alkohol.

Tumbuh besar di lingkungan sangat miskin, Harlem, masa kecil Mustafa diliputi penderitaan. "Saya ingat ketika luar biasa lapar. Saya ingat merasa begitu lemah karena kelaparan," ungkapnya.

Sentuhan pertamanya dengan narkoba dan alkohol--yang lantas menjadi bagian gaya hidup selama 30 tahun kemudian--terjadi saat Mustafa berusia 13 tahun.

Ia mengatakan untuk diterima di kalangan temanya ia mesti terlibat dalam rutinitas merokok mariyuana dan minum anggur.

"Saya sering bertemu dengan ibu saya di bar," ujarnya menuturkan dirinya yang dulu. Ia putus sekolah di tingkat menengah di awal masuk SMP.

Namun ketika ia mulai berkenalan dengan crack, istilah kokain khusus untuk rokok, gaya hidup kecanduan Mustafa mencapai klimaksnya.

Ia mulai mengambil barang-barang dan mencuri dan bahkan menjual narkoba demi memenuhi nafsu kecanduannya. "Ketika anda kecanduan kokain, pikiran pertama yang merasuki adalah bagaimana cara untuk mendapatkan lagi," ujarnya.

Mustafa pun tumbuh menjadi lelaki getir pemarah yang keluar masuk penjara lebih 30 kali gara-gara dakwaan tindak kriminal mulai dari pengedar hingga perampokan

Titik Balik

Berada di lingkaran narkoba dan penjara, Mustafa yang dibesarkan sebagai seorang Katholik, bersentuhan dengan Islam saat berusia 27 tahun.

Namun Mustafa mengakui jika perpindahan agama yang ia lakukan sebatas administasi, dan itu tidak menghentikannya dari tindak kriminal dan gaya hidupnya.

"Saya dulu tidak berpikir tentang mengubah rencana permainan saya," ujarnya.

Saat ia tetap meneruskan hidup dalam cengkeraman narkoba dan penjara, istrinya, seorang Muslim akhirnya menuntut cerai.

Setelah sekurangnya 40 tahun hidup di jalan, bertahan dari sup-sup sisa dapur restoran, mencuri dan menggunakan narkoba, Mustafa memutuskan untuk membuka lembar baru untuk dirinya.

Ia mulai mendatangi pertemuan Narkotik Tanpa Nama dan mencari bantuan dari The Bridge, sebuah organisasi yang membantu kaum gelandangan, dan mereka yang terkena masalah kekerasan.

Disanalah Mustafa kemudian bertemu Amin, pemandu Muslimnya yang membimbing ia menjadi Muslim sesungguhya saat dalam masa penyembuhan.

Amin sendiri ialah mantan pecandu heroin dan pasien AIDS. Ia mengenalkan Mustafa kepada Milliati Islami--program penyembuhan narkoba berdasar prinsip-prinsip Islam.

"Kita berbicara tentang mendekat kepada Allah, dan beribadah serta berdoa," kenang Mustafa.

Lucille Jackson, salah satu pengelola yang dulu menjalankan The Bridges, menyatakan penemuan kembali Mustafa atas islam menjadi salah satu titik baliknya.

"Ia mengambil manfaat dengan pandangan positif terhadap apa yang terjadi di sekitarnya nya. Ia menjadikan pengetahuan tersebut dengan sebaik-baiknya," kata Lucille.

Membantu Orang Lain

Lucille sangat terkesan hingga ia memutuskan memberi Mustafa pekerjaan di organisasi tersebut meski ia tengah menjalani penyembuhan.

Ketika Lucille menjadi Direktur Proyek Pengadilan Kesehatan Mental Brooklyn, ia ingin pula mempekerjakan Mustafa sebagai kordinator forensik. Namun karena catatan kriminal yang berderet, Lucille pun mesti mendapat ijin khusus dari pengadilan tinggi negara bagian. Wanita itu pun mendapatkan ijin tersebut.

Pekerjaan Mustafa melibatkan para penghuni penjara dengan layanan yang dibutuhkan untuk menyembuhkan gangguan mental dan masalah kekerasan yang mereka hadapi. Selain itu ia juga kerap memberi bantuan terhadap pengangguran dan gelandangan.

Meski ia tidak diminta berbagi pengalamannya dengan para pasien, Ia dengan suka rela membuka masa lalunya jika ia pikir itu akan membantu seseorang, terutama pemuda yang hidup dalam trauma tragedinya.

"Saya melihat hidup mereka dipotong. Saya akan memperlakukan mereka sebagai anak saya. Saya selalu katakan,'Raihlah pendidikan. Jangan lakukan itu terhadap dirimu sendiri," ujarnya.

Lucille melabeli dedikasi Mustafa sangat istimewa. "Ia adalah sosok manusia luar biasa," ujarnya.

"Ia tidak pernah membiarkan satu pun menghalangi jalannya dalam membantu klien. Bahkan jika perlu ia akan menempuh ekstra kilometer untuk sampai kesana," kata Lucille.

Saat ini, ayah sekaligus seorang kakek itu mengaku bersyukur saban hari telah menemukan Islam kembali selama masa sulit dalam hidupnya.

Selain pekerjaanya, Mustafa juga menyelesaikan Peningkatan Pendidikan Umum (GED). Ia juga cemerlang dalam kelas Bahasa Arab yang ia ambil demi upayanya memahami Al Qur'an secara penuh.

Mustafa bahkan berencana mengambil kuliah Studi Islam suatu hari kelak.

"Ketika kamu muda, kami terbiasa menyalahkan semua hal pada pria kulit putih," kenangnya.

"Namun kini saya seorang Muslim. Kondisi saya bergantung pada upaya dan kehendak Allah," ujarnya.


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaMustafa Garment, Menemukan Islam di Saat Tersulit

Peter Gould, Berdakwah Lewat Seni dan Teknologi Digital

| | 0 komentar

Peter Gould
Peter Gould lahir di Sydney, Australia dan menetap di kota itu selama hampir 29 tahun. Minatnya pada dunia seni, khususnya disain grafis, membuatnya menjadi salah seorang seniman disain grafis dan digital level internasional. Klien-kliennya adalah perusahaan-perusahaan besar dan orang-orang terkenal dari seluruh dunia, seperti Yusuf Islam, Sami Yusuf dan Zaytuna College.

Tidak cuma itu, Peter juga sedang membangun usaha busana muslim kontemporer, menerbitkan buku untuk anak-anak dan menjadi konsultan disain bagi kliennya dari berbagai negara. Tapi, yang membanggakan adalah Peter seorang muslim.

Ia mulai belajar Islam pada tahun 2002, ketika ia mulai sering bepergian ke negara-negara muslim. "Saya sangat terinspirasi dengan kota-kota tua seperti Granada, Fes dan Damaskus. Pengalaman itu memperkaya batin saya dan membuka cakrawala bagi dunia kreativitas saya, Alhamdulillah," kata Peter.

Ia mengungkapkan, "Ketika berkunjung dan belajar di negara-negara Timur Tengah, saya jatuh cinta dengan elemen-elemen disain dan tradisinya yang artistik, yang dibangun sejak berabad-abad lalu. Saya memotret banyak hal dan berusaha untuk menyerap detil-detilnya--kaligrafi yang luar biasa, kubah-kubah, ubin, lengkungan dan warna-warna yang cerah-- benar-benar mengagumkan dan inspiratif."

"Saya terdorong untuk memasukkan semua yang saya lihat ke dalam pekerjaan saya dan mengkombinasikannya dengan proyek-proyek disain grafis dan karya seni yang saya buat," sambung Peter.

Ia memuji karya seni islami yang menurutnya memiliki spektrum yang sangat kaya. Peter sangat mengagumi hasil kaligrafi dan disain-disain masjid dari tradisi Cina. "Berbeda sekali dengan Turki dan Andalusia yang bergaya Spanyol. Saya kira, saya sedang memikirkan sebuah disain bergaya Australia!" ujar Peter antusias.

Kekagumannya pada seni disain islami yang mendorongnya mempelajari Islam, membuatnya tak lama-lama untuk segera memeluk Islam. Pada tahun yang sama, tahun 2002, ia memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang muslim.

Ditanya tentang perkembangan seni dan disain di dunia muslim saat ini, Peter berpendapat bahwa generasi muda muslim saat ini haus dengan hasil karya seni dan disai kontemporer yang berkualitas. Masalahnya, tidak banyak generasi muda muslim yang menekuni atau memilih berprofesi di dunia seni kreatif dibandingkan profesi-profesi lainnya.

Untuk itu, Peter mendirikan Creativity & the Spiritual Path, yang mengkordinir berbagai pameran seni karya seniman muslim yang berbakat. Sejauh ini, ia sudah menggelar berbagai pameran di San Francisco, Toronto dan di Sydney. Sambutan masyarakat atas pameran seni itu ternyata luar biasa.

"Saya harap, inisiatif semacam ini akan membantu seniman-seniman muslim agar mendapatkan rasa percaya diri dan penghormatan, seperti yang mereka tahu dalam ajaran Islam," ujar Peter.

Baru-baru ini, Peter meluncurkan proyek barunya yang diberi nama Artizaan, sebuah merek busana muslim, yang menggabungkan inspirasi gaya busana islamic Timur dan Barat.

"Disain produk busana muslim ini mewakili para muslim, seperti saya, bukan mereka yang mengenakan produk CK, Levi atau Gap. Alhamdulillah, proyek ini bisa terwujud berkat kerjasama dengan Artizara di Los Angeles, dan seorang teman saya bernama Haji Noor Deen, ia seniman kaligrafi. Sejauh ini, penerimaan atas produk ini cukup menggembirakan," papar Peter.

Sebelum ini, Peter membantu sejumlah publik figur untuk membuat berbagai disain grafis. Pembuatan sampul album Sami Yusuf, pembuatan situs Zaytuna College dan dan pembuatan disain untuk Yusuf Islam adalah proyek yang paling berkesan untuknya.

"Suatu kehormatan buat saya, bekerja untuk orang-orang inspiratif dan berkontribusi pada perubahan yang positif bagi dunia," tandas Peter.

 


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaPeter Gould, Berdakwah Lewat Seni dan Teknologi Digital

Pihan, Yakin Sudah Melakukan Tindakan yang Benar dengan Masuk Islam

| | 0 komentar

Khadija
Khadija Acuna Pihan, perempuan asal Jerman ini bersyahadat pada tahun 2005. Pilihannya menjadi seorang muslimah membuatnya harus "kehilangan" seluruh keluarganya yang tidak bisa menerima keislamannya. Namun ia yakin, suatu saat Allah Swt akan mengembalikan keluarganya dan memahami mengapa ia memilih masuk Islam.

"Islam adalah jalan kebenaran yang akan saya jalani. Sekarang, setiap kali saya berdoa, saya merasa sedang bicara pada Tuhan, dan Tuhan sedang mendengarkan saya," kata Pihan mengawali cerita di awal ia menjadi seorang muslimah.

Ia mengatakan, Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki ajaran yang jelas. "Siapa yang membaca Qur'an dengan hatinya, akan menemukan sebuah agama yang terang. Saya meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan dan saya bahagia menemukan jalan saya dengan-Nya. Saya yakin sudah melakukan tindakan yang benar dengan masuk Islam. Saya bersyukur, Tuhan menuntun saya ke jalan yang benar," ujar Pihan yang memilih nama Islam, Khadija setelah bersyahadat.

Acuna Pihan lahir dan dibesarkan dalam ajaran Kristen. Ia dan keluarganya rajin ke gereja. Namun, saat datang ke gereja dan mendengar cerita pendeta bahwa Yesus adalah anak Tuhan, selalu terpintas dalam pikiran Pihan mengapa pendeta ini bicara seperti itu dan Pihan tidak mau mengarnya.

"Saya membaca doa yang saya pelajari sejak saya berusia 7 tahun. Tapi saya merasa tak seorang pun mendengarkan doa saya, bahkan Yesus. Mengapa orang-orang ini datang ke gereja dan setelah itu para lelaki pergi ke restoran untuk minum minuman keras, lalu para perempuan bertengkar dengan mereka karena pulang dalam keadaan mabuk. Inikah ajaran Kristen?" tanya Pihan dalam hati.

Pihan yakin pasti ada hal lain yang diajarkan agama. Ia pun mempelajari berbagai agama. "Banyak agaman yang aneh. Orang menyembah Buddha sebagai Tuhan atau menyembah matahari, sapi, bunga, bahkan setan. Hal semacam itu bukan agama saya," batin Pihan ketika itu.

Ia lalu menemukan buku tentang Nabi Muhammad Saw. dan mengetahui bagaimana Rasulullah Saw. menyebarkan agama Islam serta betapa berbahayanya hidup sebagai seorang muslim di zaman itu. Pihan juga membaca sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw, mulai dari silsilah keluarganya, kehidupan rumah tangganya dan siapa saja istri-istri beliau.

"Saya tidak bisa berhenti saat membaca buku itu, sehingga saya membaca semua buku-buku itu dalam satu hari. Buku yang saya baca menceritakan tentang kitab suci Al-Quran yang berisi firman-firman Allah dan rasa ingin tahu saya tentang Quran pun muncul," ujar Pihan.

"Ketika saya membaca surat Al-Fatihah, jantung saya berdebar hebat. Saya terus membaca surat-surat lainnya dan saya hati saya tenang saat membacanya. Ketika saya membaca surat Maryam dan mengetahui apa yang tertulis di surat itu, saya jadi paham mengapa saya tidak bisa memercayai apa yang dulu dikatakan pendeta di gereja," tukasnya.

Ia melanjutkan, "Dalam Kristen, kami belajar bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan kami harus berdoa padanya. Itulah yang kami lakukan selama ini. Lalu, saya membaca Quran yang usianya sudah ribuan tahun, dan isinya selalu sama bahwa Yesus hanya seorang nabi seperti juga Nabi Muhammad Saw serta nabi-nabi lainnya. Quran juga menyatakan bahwa Tuhan tidak punya anak dan kita dilarang menyembah Tuhan yang lain kecuali Allah Swt."

Kata-kata dalam Quran yang membuat Pihan beralih ke agama Islam. Selain itu, yang membuatnya meyakini Quran, meski kitab suci itu sudah berusia ribuan tahun, isinya tidak berubah. Berbeda dengan kitab suci umat Kristiani, Kita Perjanjian Lama isinya berbeda dengan Kitab Perjanjian Baru, padahal dalam ajaran Kristen disebutkan bahwa Tuhan mengatkan "Jangan mengubah kata-kata ku kecuali aku perintahkan kalian mengubahnya."

"Kristen memiliki 10 ajaran suci. Salah satunya adalah dilarang membunuh manusia. Tapi ketika orang-orang Kristen datang ke Amerika Selatan, mereka membunuh banyak orang Indian karena orang-orang Indian itu menolak masuk Kristen. Hal yang sama dilakukan orang-orang Kristen di Afrika," papar Pihan.

"Jadi, bagaimana mereka mengajarkan kita jangan membunuh, jika mereka sendiri membunuh. Semua itu membuat saya ingin pindah agama. Saya capek dengan kebohongan ajaran Kristen dan saya menemukan Islam satu-satunya agama yang memiliki ajaran yang jelas ..."

"Islam membawa kembali kebebasan dalam jiwa saya dan saya bahagia sejak awal saya masuk Islam. Islam adalah hidup saya. Tanpa Islam saya bukan apa-apa, dan jika Allah Swt memalingkan wajah-Nya, saya tak mampu hidup," tandas Pihan.


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaPihan, Yakin Sudah Melakukan Tindakan yang Benar dengan Masuk Islam

Naoko, Apakah Benar Tuhan Itu Ada?

| | 0 komentar

Naoko Kasai
Naoko Kasai, yakin terhadap Islam dan memilih Islam sebagai agamanya setelah dialog panjangnya dengan seorang mahasiswa asal Turki. Awal perkenalan dengan mahasiswa Turki terjadi saat ia berada di Universitas Tokyo. Saat itu ia hanya berbincang-bincang soal biasa.

Hampir setiap minggu mereka bertemu. Pembicaraan pun kian melebar ke hal-hal yang serius, salah satunya masalah agama.

Naluri sebagai wartawan membawa Naoko pada rasa keingintahuan yang kuat pada Islam . Naoko mengatakan, di negerinya sendiri Islam tidak begitu dikenal. Yang ada hanya Shinto sebagai kepercayaan dan Kristen sebagai agama. Itu pun tidak begitu taat dianut masyarakat.

Pada pertemuannya dengan mahasiswa Turki, Naoko meminta agar dirinya diceritakan banyak mengenai Islam yang sesungguhnya. Sebab, Naoko mengaku, dia dan kaum muda Jepang lainnya, sangat menggandrungi kebudayaan Amerika. Dari kebudayaan Amerika yang merasuk pada berbagai sektor kehidupan, tersebar informasi yang mengatakan bahwa agama Islam adalah agama kaum teroris dan masyarakat yang terbelakang.

Mahasiswa Turki itu bercerita tentang Tuhan, yang oleh umat Islam disebut Allah, dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya, serta pokok-pokok ajaran Islam lainnya. "Apakah benar Tuhan itu ada?" tanya Naoko menggebu-gebu.

Mahasiswa Turki itu menjawab, "Tuhan itu ada." ungkap mahasiswa itu bernada meyakinkan. Sebagai seorang muslim, melaksanakan ibadah shalat menjadi kewajiban di mana pun sedang berada. Melalui mahasiswa Turki itu juga pandangan tentang Islam diluruskan.

Tertarik Kepada Islam

Cerita mahasiswa Turki itu membuat Naoko makin tertarik. Informasi mengenai agama lain pun kurang beredar, dan yang selalu mereka dengungkan adalah belajar, belajar, dan bekerja. Naoko kian teguh mempelajari Islam. Agama bukanlah hal yang pokok, ungkapnya.

Shinto, sebagai agama yang dianutnya sejak lahir, hanya sebuah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jepang yang dijadikan kepercayaan negara. Oleh sebagian kaum tua Jepang, kepercayaan Shinto masih tetap hidup. Misalnya, ketika panen melimpah, mereka melakukan upacara untuk mengucapkan terima kasih pada Dewa Inori (dewa pertanian). Tapi kini, kepercayaan Shinto sudah dianggap kuno dan tergusur oleh kemajuan zaman.

Islam yang dituturkan oleh sahabat Turki-nya itu, telah menimbuikan rasa simpati dalam diri Naoko. Naoko kagum dan terkejut. Ia mengatakan Islam sudah mendunia (dianut oleh masyarakat dunia) dan Islam berbicara melintasi alam dunia (akhirat). Mulai saat itu dirinya gelisah dan tidak bisa tidur.

Akhirnya Naoko memutuskan untuk mengetahui tentang Islam lebih lanjut. Naoko mendatangi Islamic Center of Japan. Di sana Naoko membaca buku terjemahan dari bahasa Arab mengenai hal-hal yang mendasar dalam Islam, seperti shalat, puasa, dan sebagainya. Oleh pengurus Islamic Center, Naoko diberi buku-buku secara gratis.

Pergaulannya dengan para pekerja asal Indonesia, yang rata-rata beragama Islam makin meningkatkan keyakinannya pada Islam. Pergaulan Naoko dengan para pekerja Indonesia inilah yang membuatnya mulai tertarik datang ke Indonesia. Naoko ingin tahu masyarakat Islam di Indonesia.

Masuk Islam

Alhamdulillah, taufik dan hidayah Allah itu akhirnya datang juga kepada Naoko. Pada bulan Mei 1997, di sebuah masjid di daerah Jakarta Timur, Naoko mengikrarkan diri menjadi seorang muslimah. Dirinya mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengganti nama menjadi Naoko Nani Kartika Sari.

Perihal keislamannya, sengaja tidak beritahukannya kepada Orang tua. Karena khawatir, informasi mengenai Islam yang negatif masih mempengaruhi keluarga besarnya.

Tapi akhirnya berita keislamannya diberitahu juga pada ibunya. Syukurlah, sikap ibunya tidak seperti yang diduga. Ibunya tidak terpengaruh pada informasi itu.

Setelah menjadi seorang muslimah, Naoko mulai belajar shalat dan ibadah lainnya. Pertama kali shalat, Naoko mengaku merasakan kedamaian dan ketenangan. Islam membuat jiwanya tenang dan damai.

Naoko menikah dengan warga negara Indonesia dan kini tinggal di Indonesia. Dari pernikahannya, Naoko mengakui tidak dapat belajar banyak mengenai Islam dari suaminya. Untuk mendalami ajaran Islam dengan segala aspeknya, Naoko belajar dari ibu angkatnya, Ibu Maini namanya.

Melalui Ibu Maini, Naoko dibimbing untuk berpuasa pada bulan Ramadhan, shalat tarawih, dan shalat Idul Fitri, dan ibadah-ibadah lainnya. Rasa syukurnya amat besar, walau jauh dari tanah kelahiran. Pengamalan nilai-nilai ibadah, mendapat bimbingan dari saudara-saudara seiman, membuat dirinya hidup nyaman dan tentram. Lewat pergaulan antarumat manusialah yang membuat mata batin Naoko terbuka dan menemukan Islam sebagai agama.


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaNaoko, Apakah Benar Tuhan Itu Ada?

Rabu, 24 Agustus 2011

Tina Stylianidou, Pernah Mengolok Rasulullah dengan Karikatur...Namun Berislam Setelah Baca Shirah Nabi

| Rabu, 24 Agustus 2011 | 0 komentar

Tina Stylianidou
Dulu, Keluarga Tina Stylianidou terkenal sebagai keluarga terpandang keturunan Yunani di Turki. Ketika pemerintah Turki memutuskan untuk menendang mayoritas warga negara Yunani keluar dari Turki dan menyita kekayaan mereka, keluarganya kembali ke Yunani dengan tangan kosong. Inilah yang melandasi keluarganya sangat antipati pada Islam.

Dari sisi keluarga ibunya, mereka tinggal di sebuah pulau di Yunani yang persis berbatasan dengan Turki. Selama perang,  Turki menduduki pulau dan membakar rumah-rumah mereka. Jadi mereka melarikan diri ke daratan Yunani untuk bertahan hidup. "Tak hanya benci Turki, mereka juga benci Islam," katanya.

Yunani - yang diduduki oleh Turki selama lebih 400 tahun - mengajarkan padanya untuk percaya bahwa untuk setiap kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Yunani, Islam yang  bertanggung jawab. Bahwa Turki adalah Muslim dan kejahatan mereka mencerminkan keyakinan agama mereka. "Jadi selama ratusan tahun kami diajarkan dalam sejarah kami dan buku-buku agama untuk membenci dan mengolok-olok Islam," tambahnya.

Di sekolah, ia mendapat pelajaran bahwa  Islam sebenarnya bukan agama dan Muhammad  adalah bukan seorang nabi. "Dia hanya seorang pemimpin yang sangat cerdas dan politisi yang mengumpulkan sejumlah aturan dan hukum dari orang-orang Yahudi dan Kristen, menambahkan beberapa ide sendiri dan menaklukkan dunia."

Salah satu tugas dari sekolah, adalah membuat olok-olok tentang dia dan istrinya atau sahabatnya. Ia pun mengerjakan tugas itu dan menerjemahkannya menjadi sebuah karikatur yang diacungi jempol oleh guru-gurunya.  "Semua karikatur dan fitnah terhadap dirinya yang diterbitkan di media hari ini sebenarnya merupakan bagian dari kurikulum kami," katanya.

Tetapi, aku Tina, Allah melindunginya sehingga kebencian terhadap Islam, tidak masuk hatinya. Sebagai seorang remaja, dia suka  membaca dan  tidak benar-benar puas atau yakin dengan kekristenannya. "Saya memiliki kepercayaan pada Tuhan, rasa takut dan mencintai Dia, tetapi untuk hal-hal yang lain bingung. Saya mulai mencari-cari tapi saya tidak pernah mencari terhadap Islam, mungkin karena latar belakang saya menentangnya). Tapi pada akhirnya, Allah mengasihani jiwa saya dan menuntun saya dari kegelapan menuju cahaya kebenaran - Islam - tunduk hanya kepada Satu Allah."

Di tengah kebimbangan, ia dipertemukan dengan seorang pemuda yang telah lebih dulu memutuskan menjadi Muslim. Dari dialah, ia belajar Islam lebih dalam. termasuk, membaca secara lengkap Shirah nabawiyah, sejarah rasulullah Muhammad SAW. Belakangan, ia menerima pinangan pemuda itu dan bersyahadat.

"Menjadi seorang Muslim, saya  merahasiakannya dari keluarga dan teman-teman selama bertahun-tahun. Kami tinggal bersama suami saya di Yunani berusaha mempraktikkan Islam tapi itu sangat sulit - hampir mustahil," katanya.

Di kotanya, tidak ada masjid, tidak ada akses ke studi Islam, tidak ada orang berdoa, berpuasa, atau perempuan memakai jilbab (penutup kepala Islam). Yang ada hanya beberapa imigran Muslim yang datang ke Yunani hanya demi alasan ekonomi, dan tidak begitu peduli dengan kehidupan spiritualnya. "Bahkan, mereka lebih Barat ketimbang kami yang orang Barat," katanya.

Dia dan suaminya, harus shalat buru-buru, agar tak diketahui orang. Mereka menandai kalender dengan tanda-tanda tertentu, agar sesuai dengan kalender Hijriyah; terutama Ramadhan dan Dzulhijah.

"Ketika putri saya lahir, kami memutuskan untuk bermigrasi ke sebuah negara Muslim. Kami tidak ingin membesarkannya di lingkungan di mana dia akan berjuang untuk mempertahankan identitas Muslimnya, atau bahkan lebur bersama mereka," katanya.

Sekarang, empat tahun sudah mereka tinggal di Turki. "Saya kerap merasa sangat rindu rumah, dan bertanya-tanya apakah sudah waktunya untuk kembali ke Yunani, negara yang indah dimana saya dilahirkan dan mencoba menemukan cara untuk menggabungkan identitas indah dan budaya nenek moyang Yunani  serta identitas Islam saya. Tapi saya merasa bangga dan bersyukur kepada Allah bahwa saya dapat menjadi warga Yunani dan Muslim yang baik," katanya.

sumber: Republika.co.id

SelengkapnyaTina Stylianidou, Pernah Mengolok Rasulullah dengan Karikatur...Namun Berislam Setelah Baca Shirah Nabi

Abdal Malik Rezeski, Terkesan Kesalehan dan Sikap Rendah Hati Muslim

| | 0 komentar

Abdal Malik Rezeski
Ia adalah warga New York kelas menengah sekaligus perwira dalam Angkatan Darat Amerika Serikat (AS). Pada 1991 ia dengan senang hati bergabung melayani negara dalam tugas di Perang Teluk I.

Tahun berikut ia dikirim ke Pakistan, dimana ia bertemu orang saleh dan terkesan dengan mereka. "Mereka baik, orang-orang rendah hati yang mencoba menjalankan ibadah dengan taat," tuturnya.

Ia mulai belajar Islam pertama karena didorong oleh rasa ingin tahu, lalu keluar dari keyakinan. Tepat di akhir tahun, ia menjadi seorang Muslim.

"Ayah saya seorang Yahudi, ibu saya Kristiani," tutur Abdal Malik Rezeski yang tinggal di Dallas. "Islam adalah agama pertama yang masuk akal bagi saya."

Islam adalah salah satu agama yang tumbuh cepat di Amerika. Salah satu penyebab adalah pertambahan imigran dan angka kelahiran yang tinggi di kalangan mereka. Namun seiring waktu, justru lebih banyak warga asli Amerika yang beralih ke Islam.

Mereka tertarik dengan aturan moral ketat yang diusung Islam, sistem keyakinan yang sebenarnya serupa dengan Yudaisme dan Nasrani. Kemiripan itu, menurut ulama, memudahkan langkah-langkah untuk mempraktekan dan beralih ke Islam.

"Pesan langsung mengenai Tuhan, jauh lebih mudah dipahami ketimbang konsep Trinitas, ujar Jane Smith, seorang pakar studi Islam di Hartford Seminary.

Mayoritas warga Amerika yan beralih, 64 persen adalah Afrika-Amerika, demikian menurut The Mosque Report, sebuah kajian nasional yang dilakukan empat organisasi Muslim. Salah satunya adalah Share Muhammed, 48, yang sejak kecil rajin mendatangi gereja kulit hitam.

"Yang langsung menarik perhatian saya dari Islam adalah saya tidak melihat rasisme," ujarnya. Di masjid, wanita itu mengaku bertemu dengan banyak imigran dari penjuru dunia dan kemajemukan Amerika.

Sekitar 6 juta Muslim tinggal Amerika Serikat. The Mosque Report memperkirakan sekitar 30 persen jamaah adalah mualaf.

Namun tak seorang pun tak pasti berapa mualaf di sana karena Muslim tidak mencatat informasi itu. Mereka mengatakan hal itu juga cukup sulit karena orang kerap beralih memeluk Islam tanpa keterlibatan masjid.

"Bagi Muslim, itu adalah antara diri anda dan Tuhan," ujar seorang pakar sosiologi agama, Dr. Behrooz Ghamari-Tabrizi, di Georgia State University. "Sementara dalam Yahudi dan Kristen, anda harus mengikuti ritual formal."

Seperti yang dialami Rezeksi, di hari ia memutuskan memeluk Islam, ia mencari teman-teman Pakistannya. Dengan keberadaan mereka ia mengucapkan dua kalimat syahadt. "Tiada Tuhan selain Allah (swt) dan Muhammad adalah rasul-Nya."

Begitu mengkaji Al Qur'an, kitab suci Muslim, ia mengaku kian tertarik lebih dalam dengan agama tersebut.

"Dengan Islam saya bisa melihat ramuan bagaimana agar berhasil menjalani kehidupan saat ini dan kehidupan masa nanti." ujarnya. "Tidak hanya panduan praktikal mengenai perceraian dan bagaimana memperlakukan anak yatim, tetapi juga petunjuk spiritual yang memaparkan apa Tuhan itu dan bagaimana kita seharusnya berhubungan dengan-Nya."

 


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaAbdal Malik Rezeski, Terkesan Kesalehan dan Sikap Rendah Hati Muslim

Taras Cherniyenko, Mereka Ingin Tahu Mengapa Saya Masuk Islam

| | 0 komentar

Taras Cherniyenko
Taras Cherniyenko seperti tipikal banker muda Rusia, berpakaian rapi, berdasi, rambut pendek dan berjanggut tipis. Sambil duduk-duduk di sebuah cafe di Ulitsa Sretenka, ia menceritakan perjalanan spiritualnya, dimulai ketika masih remaja sampai akhirnya memeluk agama Islam dan menggunakan nama islami Abdul Karim.

Sekarang, Cheniyenko menjabat sebagai wakil ketua organisasi tempat berkumpulnya etnis Rusia yang masuk Islam, National Organization of Rusian Muslim. Ia dan rekan-rekannya di organisasi itu, ingin menyebarkan nilai-nilai yang diajarkan Islam--misalnya larangan mengonsumsi alkohol--pada masyarakat Rusia sebagai solusi untuk mengatasi berbagai problem yang dihadapi negeri itu.

"Orang bisa bilang bahwa minum vodka atau anggur adalah salah satu aspek penting dalam budaya Rusia. Tapi, saya bisa menjadi orang Rusia yang baik tanpa harus minum minuman beralkohol. Sebagian besar problem sosial di Rusia disebabkan oleh konsumsi alkohol," kata Cherniyenko.
"Jika kita bisa mengenalkan nilai-nilai sosial yang islami pada Rusia, masyarakat dan negara ini akan lebih kuat," sambungnya.

Cherniyenko mengungkapkan, kebanyakan orang Rusia ingin tahu ketika ia mengatakan bahwa dirinya seorang muslim. "Banyak diantara mereka bertanya, mengapa saya pindah agama. Pertanyaan itu bukan karena mereka kasar, tapi karena mereka ingin tahu," ujarnya.

Banker muda itu lalu bercerita bahwa ia tumbuh dalam lingkungan yang liberal di Petersburg. "Ibu saya mendorong saya dalam hal pendidikan, termasuk mempelajari berbagai budaya dan agama. Saya pernah belajar kitab Taurat dalam bahasa Ibrani, belajar Gospel dalam bahasa Yunani dan sedikit belajar teks-teks agama Hindu," tutur Cherniyenko.

Karena belajar banyak agama itulah yang menuntun Cherniyenko melakukan pencarian terhadap keyakinan yang sesuai dengan interpretasinya. "Saya mencari sebuah keyakinan yang tidak menolak Yesus atau menyembahnya sebagai tuhan, sebuah keyakinan yang mengakui yesus adalah seorang manusia, yang suci dan tanpa dosa, tapi ia tetap manusia. Itulah yang menuntun saya pada agama Islam," papar Cherniyenko.

Menurutnya, National Organization of Rusian Muslim saat ini memiliki anggota sekira 2.000 orang dari 20 wilayah di seluruh Rusia. Jumlah Muslim di Rusia sekarang kira-kira 19 juta jiwa, yang menjadikan agama Islam sebagai agama kedua terbesar di Rusia setelah Kristen Ortodok.

Cherniyenko mengungkapkan, spiritualitas yang mengikat erat antar anggota organisasi National Organization of Rusian Muslim. "Setiap hari saya berdoa untuk ibu saya, keluarga, dan untuk perdamaian serta kesejahteraan komunitas Muslim," tukasnya.

sumber: Era Muslim

SelengkapnyaTaras Cherniyenko, Mereka Ingin Tahu Mengapa Saya Masuk Islam

Domenyk Eades, Terpesona Gerakan Sujud

| | 0 komentar

Domenyk Eades
Lewat sebuah strategi gerak cepat, pada 2 Agustus 1990, pasukan tentara Irak berhasil mencaplok Kuwait. Lima hari setelah invasi itu, Arab Saudi meminta bantuan kepada Amerika Serikat (AS). Invasi Irak ke negeri petrodolar itu pun melahirkan Perang Teluk ketika pasukan Paman Sam menggelar Operasi Badai Gurun pada 17 Januari 1991.

Perang Teluk telah membetot perhatian masyarakat dunia ketika itu. Tak terkecuali seorang remaja yang ketika itu berusia 17 tahun, Domenyk Eades. Pria yang tumbuh besar di Australia itu kerap menyaksikan dan membaca berita-berita tentang Perang Teluk dari media massa. Ketika mengikuti isu Timur Tengah itulah, ia tertarik untuk mempelajari Islam.

Islam Telah Membuatnya Menjadi Seseorang yang Lebih Baik dan Membimbingnya untuk Membuat Lingkungan Sebagai Tempat yang Lebih Baik

Hidayah Allah SWT mulai menerangi hatinya. Domenyk pun mulai tertarik untuk mempelajari Islam. "Saya ingin melihat sendiri bagaimana sebenarnya Islam itu dan mengapa Islam sangat penting bagi banyak orang di dunia," ujarnya kepada Republikac.co.id. Untuk mengenal Islam, ia pun pergi ke toko buku dan membeli Alquran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Selama tiga hari, Domenyk membaca kitab suci umat Islam itu dengan hati-hati. “Itu merupakan sebuah pengalaman yang luar biasa,” ungkapnya. Ia pun mulai membandingkan isi Alquran dengan Injil. Menurutnya, banyak karakter dan cerita di dalam Alquran yang juga terdapat di dalam Injil.

Namun, menurut Domenyk, ada sederet hal yang tercantum dalam Injil yang tidak bisa dimengerti. Ia pun mencoba untuk mempelajari Islam lebih dalam lagi. Ketika itu, ia mengaku belum serius untuk menjadi seorang Muslim. “Saya memercayai keberadaan Tuhan dan saya rasa itu cukup,” kenangnya.

Domenyk Eades terlahir sebagai seorang Kristiani. Ia mengaku baru mengenal Islam setelah remaja. Ketika masih belia, ia sedikit mengetahui Islam dari beberapa Muslim yang ditemuinya. Namun, mereka pun memiliki pengertian yang sederhana tentang Islam. Ia menyadari banyak kesamaan yang ditemukan antara Kristen dan Islam.

“Keduanya sama-sama memercayai Tuhan dan adanya surga dan neraka,” tuturnya. Meski begitu, ia lebih banyak mengetahui hal-hal negatif tentang Islam dari tayangan televisi yang ditonton dan koran yang dibacanya. Meski tumbuh besar sebagai Kristiani yang cukup taat, Domenyk selalu menghormati orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya.

Ia selalu merasa yakin, sangatlah penting bagi seseorang untuk mengikuti sebuah prinsip yang memandu mereka dalam kehidupan. Karena itulah, ia juga sangat meyakini akan keberadaan Tuhan. Domenyk mengetahui bahwa seorang Muslim harus menjalankan perintah agama dan menjalankan ibadah wajib lima kali sehari.

Awalnya, menurut dia, hal itu tampak sangat mengikat dan membatasi. “Seseorang yang berusia 18 tahun tidak suka dibatasi dan diatur,” ucapnya. Meski begitu, ia terus membaca dan mempelajari Islam. Domenyk mulai menyadari bahwa Islam tidaklah bermaksud mempersulit hidup umatnya, tetapi justru sebaliknya.

Perlahan tapi pasti, ia mempelajari Islam dan cara membangun hubungan yang kuat dengan Allah SWT. Ia juga mempelajari shalat lima waktu dan berpuasa yang mengubah seseorang dari dalam dan membuatnya menjadi orang yang lebih baik. Ia mengaku, membutuhkan banyak waktu untuk mengerti dengan benar mengenai pelajaran itu.

Hidayah kian menerangi kalbunya. Domenyk mulai melihat pesan positif yang disampaikan Islam sehingga agama yang disebarkan Nabi Muhammad SAW tersebut tak lagi menjadi agama yang asing baginya. Ia mengaku sangat tertarik dengan Islam karena pesan yang dibawa Alquran sangat jelas dan logis.

Ia sangat menyukai bagaimana Alquran memberikan petunjuk untuk hidup yang baik dan bagaimana Islam memberikan pesan yang sangat jelas tentang kesetaraan di antara seluruh umat manusia. "Saya rasa apabila orang-orang benarbenar mengerti tentang Islam, mereka akan melihat bahwa setiap manusia merupakan ciptaan Tuhan dan itu sangatlah berharga,” paparnya.

Apabila seseorang memiliki sebuah keyakinan, kata Domenyk, mereka akan memperlakukan orang lain dengan hormat, tidak peduli dari mana mereka berasal dan bagaimana mereka terlihat. Ketika mempelajari Alquran dan Islam, Domenyk mengaku, tidak benar-benar berniat ingin menjadi seorang Muslim.

Hingga akhirnya, ia menemukan pesan di dalam Alquran yang merupakan kelanjutan dari pesan yang diajarkan Yesus. “Saya mulai menyadari apabila saya memercayai Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, itu berarti saya haruslah menjadi seorang Muslim.”

Awalnya, ia merasa ragu dapat mengikuti aturan yang terdapat dalam ajaran Islam. Ia memercayai pesan yang dibawa oleh Islam, tetapi sangat sulit baginya untuk dapat menjalankan shalat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Untuk dapat shalat tepat waktu pun sangat sulit baginya.

Domenyk juga mengkhawatirkan reaksi yang akan muncul dari teman-teman dan keluarganya apabila ia menjadi seorang Muslim. Karena alasan itulah, ia memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi seorang Muslim, meski di dalam hatinya ia sudah memercayai satu Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya.

Namun, ia belum merasa siap menghadapi hidup baru sebagai Muslim. Hingga pada suatu hari, Domenyk memutuskan untuk menemui beberapa orang Muslim. Ia pergi ke sebuah masjid di dekat tempatnya tinggal. Pengalamannya saat berada di masjid itu telah membuka hatinya.

Kaum Muslim di masjid itu tahu bahwa dia bukanlah seorang Muslim. Namun, mereka menyambutnya dengan sikap ramah dan mengobrol hingga waktu shalat tiba. Saya seorang Anglo-Australia dan saya memberanikan diri ke sana, tuturnya.

Hatinya tergerak ketika melihat gerakan sujud yang dilakukan jamaah dalam shalat. Pemandangan itu meninggalkan kesan yang mendalam baginya. Hati kecilnya mulai berkata, hidup sebagai Muslim bukanlah hal yang mustahil lagi. Saat kuliah, ia bertemu dengan Bukhari Daud, bupati Aceh Besar, yang tengah studi di Australia.

Ia berteman baik dengan Bukhari. Keduanya sering berdiskusi tentang Islam. Bukhari lalu mengundang Domenyk ke rumahnya. Pertemuan itu adalah pengalaman yang menarik. Mereka memperkenalkan saya pada budaya Muslim Indonesia. Di sanalah saya pertama kali mengetahui tentang keramahan Muslim, tuturnya.

Tekadnya untuk memeluk Islam sudah semakin bulat. Di depan Bukhari dan sekelompok Muslim lainnya, Domenyk mengucapkan dua kalimah syahadat dan mengukuhkannya menjadi seorang Muslim di kediaman Bukhari saat studi di Australia.

Islam telah membuat saya menjadi seseorang yang lebih baik dan membimbing saya untuk membuat lingkungan sebagai tempat yang lebih baik, paparnya. Ia pun berhasil meyakinkan keluarganya. Keluarga saya melihat bagaimana Islam memberikan efek positif kepada saya. Hal itu tidak memberikan dampak negatif terhadap hubungan saya dengan keluarga.

Ramadhan Pertama di Indonesia

Ramadhan pertama sebagai Muslim merupakan kenangan yang sangat luar biasa bagi Domenyk Eades. Ia merasa beruntung memiliki banyak sahabat Muslim yang berada di dekatnya. Mereka menghabiskan Ramadhan dengan berbuka puasa bersama dan melaksanakan shalat Tarawih setelahnya.

Ramadhan pertama Domenyk berlangsung di Indonesia pada 1997. Hari itu merupakan pengalaman yang sangat luar biasa, kenang Domenyk. Ia mengaku tidak terlalu sulit untuk membiasakan diri dalam menjalankan ibadah. Domenyk sudah mempelajari bagaimana melaksanakan shalat dan puasa sebelum menjadi seorang Muslim.

Ia menghafal beberapa ayat pendek. Setelah mengucapkan syahadat, tidak terlalu lama baginya membiasakan diri dalam melaksanakan ibadah. Menjadi seorang Muslim membawa banyak perubahan dalam hidup Domenyk. Menurut dia, perubahan itu terjadi dari waktu ke waktu.

Domenyk menjadi seorang Muslim ketika duduk di bangku kuliah. Ia beruntung tinggal di dekat lingkungan Muslim yang kebanyakan berasal dari Indonesia. Tak cuma itu, ia juga bersyukur bisa tinggal di beberapa negara Muslim. Selama beberapa waktu, ia tinggal di Indonesia, terutama di Aceh.

Selama beberapa tahun, ia menetap di negara Arab untuk bekerja dan mempelajari bahasa Arab. Domenyk mempelajari linguistik bahasa Arab di Inggris. Ia menghabiskan bertahun-tahun mempelajari bahasa Arab. Domenyk pun telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah pada 2007.

Saat ini ia bekerja sebagai dosen senior pada program studi bahasa Arab di Universitas Salford, Inggris. Saat ini, Domenyk mengajar bahasa Arab kepada mahasiswanya di Inggris. Risetnya seba gai dosen di bidang bahasa dan penerjemahan.

Ia juga sudah menyelesaikan penelitiannya di bidang bahasa di Indonesia. Salah satu buku yang ia terbitkan adalah buku mengenai bahasa Gayo, Aceh. Domenyk juga telah memublikasikan berbagai macam artikel, jurnal, dan buku tentang tata bahasa serta dialek bahasa Arab. Ia juga banyak menerjemahkan buku-buku dari bahasa Arab ke bahasa Inggris.

 


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaDomenyk Eades, Terpesona Gerakan Sujud

Richard, Dibesarkan dalam Tradisi Baptis, Tapi Sangat Tertarik dengan Islam

| | 0 komentar

Richard Beauchamp
Richard Beauchamp duduk di area parkir memandng para Muslim keluar Masuk. Ia tak pernah sekalipun memasuki masjid dan ia gugup

Begitu berhasil mengumpulkan keberanian untuk masuk, ia disambut hangat. Lelaki itu mengaku dibesarkan dalam tradisi Baptis, namun ia sangat tertarik Islam.

"Mereka luar biasa baik," ujar Beauchamp, 36 tahun, warga asal Irving. "Mudah sekali untuk kembali datang ke sana," tuturnya.

Pada kunjungan berikut bertepatan dengan pelaksanaan shalat Jumat. Beuchamp tidak tahu sama sekali cara Muslim beribadah. Ia pun hanya duduk dan melihat. Hampir semua pria berdiri di lantai. "Kursi hanya digunakan untuk orang tua yang tak sanggup berdiri." ungkapnya. "Saat itu saya larut dalam doa sehingga hampir tidak memperhatikan sekitar."

Apa yang membuat ia tertarik kepada Islam. Rupanya saat usia muda, Beuchamp sudah kecewa dengan Kristen. Ia tidak memahami bagaimana Kristiani meyakini satu Tuhan dan Trinitas sekaligus bersamaan.

Perjalanannya menuju Islam adalah pencarian seorang diri, sesuatu yang umum terjadi pada warga Amerika yang beralih ke Muslim. Ia menemukan Islam lewat buku bahkan sebelum bertemu dan menjalin hubungan dengan seorang Muslim.

Dalam kunjungan rutin ke masjid selama satu tahun, ia meyakini telah menemukan rumah spritual di dalam Islam. Namun Beuchamp menyadari menjadi Muslim berarti mengubah total seluruh gaya hidupnya.

"Saya saat itu memiliki gaya hidup seperti warga Amerika lain berusia 20-an," tuturnya. "Saya keluar ke club malam, minum dan bergaul bebas dengan para wanita. Sebagai muslim kini saya tak bisa lagi bebas bergaul dan bepergian seenaknya dengan teman wanita. Yang pasti saya tak bisa minum lagi."

Saat beralih, ia mendapati respon temannya ternyata jauh lebih keras ketimbang tanggapan kedua orangtuanya. "Gaya hidup saya berubah banyak dan sulit bagi teman saya untuk menerima," ujarnya. "Namun ketika saya membaca tulisan teman-teman Muslim lain, justru kian sulit untuk menengok kebelakang," tuturnya.

Tak dipungkiri oleh Beuchamp, saat tumbuh besar ia memiliki pandangan kelam tentang Muslim. Itu pun sedikit menghambat peralihannya. Cerita-cerita mengenai revolusi Iran, kekerasan dan penangkapan warga Amerika sebagai sandera yang kadang dibunuh di Timur-Tengah membuat ia curiga.

"Benar-benar perjuangan untuk mengatasi prasangka yang telah saya miliki" ungkapnya. Namun pengalaman pertama berkunjung ke masjid langsung mendobrak semua pandangan negatif tadi. "Say menyaksikan orang-orang yang begitu beriman, tulus dan penuh kasih sayang." tuturnya.

Pada 2006, Beucham pergi ke Indonesia untuk menikahi seorang wanita. Ia mengenalnya lewat sebuah situs kontak jodoh di Internet. "Ia wanita yang baik dan taat," ujarnya.

Ia berkorespondensi lewat internet dengan wanita itu selama enam bulan lalu terbang ke Indonesia untuk bertemu dengannya dan keluarganya. Ia berada di Indonesia ketika serangan 11 September terhadap menara kembar WTC dan pentagon terjadi.

"Banyak warga Amerika seketika itu memiliki pandangan distorsi terhadap Islam." ujarnya. "Itu sungguh melukai hati saya karena Islam telah membawa rasa damai dan tujuan hidup yang sebelumnya tak pernah saya miliki,"

sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaRichard, Dibesarkan dalam Tradisi Baptis, Tapi Sangat Tertarik dengan Islam

Selasa, 23 Agustus 2011

Margaret, Menemukan Islam Saat Berusia 60 Tahun

| Selasa, 23 Agustus 2011 | 0 komentar

Maryam Noor
Nama Islaminya adalah Maryam Noor. Sedangkan nama aslinya adalah Margaret Templeton. Wanita ini lahir di Skotlandia dan tumbuh besar di keluarga atheis sehingga ia pun tak percaya Tuhan. Dalam rumahnya anggota keluarga dilarang berbicara tentang Tuhan. "Bahkan ketika kami belajar di sekolah, kami tak dibolehkan menyoal itu di rumah, bila tidak kami dihukum."

Namun sejauh yang bisa ia ingat, Maryam selalu berupaya mencari Kebenaran mengapa ia hidup di dunia. "Mengapa saya hidup dan apa yang seharusnya saya lakukan."

Ketika ia cukup dewasa, ia mulai mencari beberapa informasi tentang 'sosok yang disebut Tuhan' yang selalu disebut oleh orang-orang dan didengar Maryam selama hidupnya. "Saya mencari Kebeneran, bukan agama tertentu," tutur Maryam.

"Kebenaran yang masuk akal bagi saya, sesuatu yang membuka hati saya dan membuat saya layak untuk hidup," ujarnya. Saat mencari ia memasuki setiap jenis gereja baik di Inggris maupun dekat rumahnya. "Tak pernah sebelumnya terbesit untuk berpikir tentang Islam."

Maryam tertarik dengan Islam, namun saat itu perang tengah berkecamuk di Irak dan ia membaca banyak hal mengerikan tentang Muslim di surat kabar. "Saya merasa berpengalaman dan memiliki pendidikan dalam mempelajari agama lain, sehingga saat itu pun saya berpikir semua itu tak benar," ungkap Maryam.

Ia pun mencari seseorang yang bisa mengajarinya dan memberi tahunya tentang Islam dan cara hidup berdasar agama ini. "Sehingga saya bisa membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang berasal dari tipu daya setan," tutur Maryam.

Satu hal yang selalu ia lakukan selama pencarian, ia sellau berbicara dengan siapa pun dan tersenyum dan menyapa setiap orang. " Saya berkata 'Halo', 'Bagaimana kabarmu?', 'Bagaimana harimu?', karena Yesus selalu menyebarkan kebahagiaan di mana pun dan kapan pun ia berada. Saat itu saya penganut Katholik Roma," ungkap Maryam.

Namun ia merasa tak bahagia dengan agama tersebut dan akhirnya meninggalkan gereja. "Tapi saya tak tahu kemana lagi harus pergi," ujarnya.

Di saat bersamaan ia tengah mencari pula guru Islam. "Saya berdoa setiap saat, setiap hari kepada Tuhan 'Bantu aku, bantu aku, bantu aku'. Ia lakukan itu berulang-ulang, terus menerus selama dua tahun. "Karena saya tak tahu apa yang harus diperbuat dan pergi ke mana," ungkap Maryam.

Hingga suatu hari seorang kawan dari temannya membawa seorang yang alim ulama. Namanya Nur El-Din. Ia adalah seorang Arab yang lahir di negara itu. Ia mengundang Maryam untuk datang ke rumahnya dan memberi tahu buku apa yang harus dibeli dan apa yang harus ia lakukan. Bahkan Nur membuka diri untuk dihubungi kapan saja bila Maryam memiliki pertanyaan. "Itulah hubungan kami, ada tujuh volume buku yang saya baca mengenai tafsir dan terjemahan terhadap Al Qur'an dan buku itu sangat luar biasa."

Maryam pun mulai mengkaji Islam. Ia membuka buku pertamanya dan membaca kata pengantar. Ia tidak memulai dari belakang, melainkan dari depan. Ia langsung menuju surah Al Baqarah.

Sebelum Al Baqarah terdapat Surah Al Fatihah. Rupanya Maryam kembali ke awal lagi dan membaca umul kitab tersebut. "Begitu saya membaca, rasanya seperti tersambar. Air mata saya bercucuran. Hati saya berdebar keras, saya berkeringat dan gemetar," tutur Maryam.

Awalnya ia takut itu adalah godaan setan. "Seperti ia mencoba menghentikan saya karena saya mungkin menemukan jalan, karena buku ini mungkin membukakan saya menuju Kebenaran, sesuatu yang selama ini saya cari," ujarnya.

Maryam pun langsung menelpon Nur El-Din. "Ia berkata datanglah saya ingin bertemu kamu. Saya pun pergi ke tempatnya. Saat itu musim dingin, begitu sampai rasanya tubuh saya seperti balok es," ungkapnya.

Ia menuturkan pengalaman kepada Nur El-Din. "Saya berkata padanya ini pasti ulah setan, apa yang harus saya perbuat?" ujarnya. Maryam menuturkan kala air matanya bercucuran ia bisa melihat jelas ke dalam hatinya, begitu besar, merah--alih-alih terang, dan tidka berbentuk sama sekali. "Saya sangat takut," ujarnya.

Nur El-Din pun berkata padanya, "Margaret, dikau akan menjadi seorang Muslim." Maryam membalas, "Tapi saya tidak membaca buku-buku ini untuk menjadi seorang Muslim. Saya membaca demi membantah semua kebohongan yang telah disebarkan di media mengenai Muslim," ujarnya. "Saya tak ingin menjadi Muslim," kata Maryam lagi.



Namun Nur El-Din tetap pada keyakinannya. "Margaret dikau akan menjadi Muslim karena, baiklah saya harus memberi tahumu bahwa ada campur tangan kekuatan Tertinggi dalam hidupnya. "Saat itu saya berusia 65 tahun. Kini saya 66 tahun dan saya telah menjadi Muslim selama satu tahun."

Ia akhirnya melakukan kajian lebih dalam lagi dengan si ulama mulai November hingga Februari. Akhirnya ia tak bisa menahan diri untuk bersegera mengucap syahadat. Saat dorongan itu timbul Maryam sempat bertanya apakah itu tak terlalu terburu-buru baginya.

"Anda tahu, ketika bertanya itu, alasannya bukan lagi karena saya tak mau menjadi Muslim. Saya telah meyakini bahwa Allah akan selalu mengampuni hambanya, yang saya pikirkan saya terlalu kecil, terlalu banyak dosa, dan hidayah itu rasanya hadiah terlalu besar bagi saya yang tak seberapa," tutur Maryam.

Nur El Din hanya berkata satu kata "Nur". Saat itu 11 Februari 2003, Maryam duduk sedikit jauh dari Nur El Din yang berpakaian serba putih mulai. "Ulangi persis seperti yang saya ucap," ujar Nur El Din. Ia mengucapkan syahadat yang langsung diulang oleh Maryam.

Usai mengucap syahadat Maryam bertanya, "Apa yang barusan saya ucapkan?". Nur El Din memaparkan artinya dalam Bahasa Inggris. Setelah itu ia pun resmi menjadi Muslim dan mengganti namanya dengan Maryam.

"Saya tak bisa berkata bahwa saya Muslim yang baik, karena itu luar biasa sulit," ungkap Maryam. "Saya kehilangan semua teman Katholik, semua teman mengobrol saya. Bahkan putri saya menganggap saya gila. Satu-satunya yang percaya saya adalah putra saya yang mengatakan mungkin saya menemukan Kebenaran. Ia adalah salah satunya yang mungkin menyusul saya menjadi Muslim," ungkapnya.

Tantangan terberat yang dirasakan Maryam adalah tempat tinggal di mana ia hidup di dunia sekuler, bukan dunia Muslim. "Dengan sepenuh hati, saya ingin tinggal di dunia Muslim dan memiliki komunitas Muslim. Saya satu-satunya Muslim yang tinggal di kawasan ini. Namun Allah selalu baik kepada saya karena ditengah kesulitan, saya tetap bahagia dan terus memiliki kesempatan belajar,"

Maryam mengaku kini membaca Al Qur'an dalam terjemahaan Bahasa Inggris. "Usia saya sungguh membuat saya sulit menghafal jadi saya menggunakan buku terjemahan. Dan saya memohon pada Allah, 'Mohon Ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyanyang, saya hanyalah seorang bayi berusia 65 tahun dan saya memiliki kesulitan dan bantulah aku," setiap saya berdoa itu saya selalu menemukan jalan. Ia benar-benar membantu saya."


sumber: kisahmuallaf.com
SelengkapnyaMargaret, Menemukan Islam Saat Berusia 60 Tahun

Kareem Abdul Jabbar, Lompatan Iman Si Raja Basket

| | 0 komentar

Kareem Abdul Jabbar
Sosok Kareem Abdul Jabbar diakui banyak pemain basket sebagai salah satu pemain basket terbesar sepanjang masa. Shooting, Slam dunk, rebound, block , maupun aksi lainnya, sangat memukau. Tak jarang, lawannya dibuat kesulitan untuk membendung agresivitas pemain bertinggi badan 2,18 meter ini.

Dengan dukungan postur tubuhnya yang sangat tinggi, Kareem Abdul Jabbar sering kali melakukan aksi yang brilian. Lompatannya sering mengundang kagum para penonton maupun tim lawan. Atas aksi dan kesuksesannya membawa klubnya meraih tangga juara, Kareem Abdul Jabbar pernah dinobatkan sebagai pemain terbaik di kompetisi liga bola basket Amerika Serikat (NBA Most Valuable Player ). Predikat itu diraihnya sebanyak enam kali.

Selama bermain di ajang NBA, ia berhasil membukukan rekor sebagai pencetak angka tertinggi sepanjang masa dengan 38.387 poin. Karenanya, ia mendapat julukan 'Raja Bola Basket'. Dan berkat prestasinya ini, 19 kali ia terpilih untuk memperkuat tim NBA All-Star.

Karier pria kelahiran New York City, 16 April 1947, di ajang bola basket Amerika dimulai ketika bermain untuk tim bola basket kampus, Universitas California, Los Angeles (UCLA). Aksi-aksinya di tim UCLA, mendapat perhatian serius para pelatih basket Amerika Serikat saat itu.

Dan tahun 1969, ia mendapat tawaran bermain di level kompetisi basket tertinggi di Amerika Serikat (NBA) dengan bergabung bersama klub Milwaukee Bucks. Di klub barunya ini, ia turut memberi andil besar dengan merebut juara NBA tahun 1970-1971.

Pada 1975, ia bergabung dengan tim basket asal Kota Los Angeles, LA Lakers. Di klub inilah karier Kareem makin melesat. Ia berhasil membawa La Lakers merebut sejumlah gelar juara untuk klubnya. Di samping itu, ia juga berhasil merebut gelar pribadi, yakni sebagai pemain terbaik NBA. Di klub ini, ia bermain sejak 1975-1989.

Masuk Islam

Atas aksi-aksinya yang hebat itu, Kareem menjadi salah satu pemain andalan NBA All-Star dan Amerika Serikat dalam ajang Olimpiade. Ia juga menjadi pemain kebanggaan negeri Paman Sam tersebut. Tak hanya itu, ia juga merupakan pemain kebanggaan umat Islam di seluruh dunia.

Ya, pemain bernama lengkap Ferdinand Lewis Alcindor Junior (Jr) ini, adalah salah seorang atlet NBA pemeluk Islam. Ia mendeklarasikan diri sebagai seorang Muslim pada saat kariernya tengah menanjak.

Saat itu, seusai mempersembahkan gelar juara NBA untuk Milwaukee Bucks tahun 1971, dan pada saat yang sama merebut gelar pemain terbaik ( Most Valuable Player , MPV) dan 'Rookie of the Year' (Pendatang baru terbaik) di Liga NBA, Kareem menyatakan diri memeluk Islam. Perpindahan kepercayaan dari Katolik menjadi Muslim ini, dirasakannya sebagai sebuah lompatan tertinggi selama hidupnya.

Ayahnya, Ferdinand Lewis Alcindor Sr, dan ibunya, Cora Lilian, adalah seorang pemeluk Katolik. Karenanya, sejak kecil ia mendapatkan pendidikan di sekolah Katolik. Oleh kedua orang tuanya, ia dimasukkan ke Saint Jude School. Ketika duduk di bangku SMA, ia berhasil membawa tim basket sekolahnya menjuarai New York City Catholic Championship.

Perkenalan Kareem dengan ajaran Islam terjadi lewat salah seorang temannya yang bernama Hamaas Abdul Khaalis. Ia mengenal Hamaas melalui ayahnya. Seperti halnya sang ayah yang seorang musisi jazz, Hamaas juga pernah mengeluti musik jazz. Dia adalah mantan drumer jazz. Dari Hamaas inilah, kemudian Kareem belajar banyak mengenai Islam. Ia juga sempat berkenalan dengan Muhammad Ali (Cassius Clay) yang sudah menjadi Muslim.

Nama budak

Setelah banyak belajar Islam dari Hamaas, tekadnya untuk memeluk Islam pun semakin bulat. Atas ajakan Hamaas, ia kemudian mendatangi sebuah pusat kebudayaan Afrika di Harlem, di mana kaum Muslimin menempati lantai lima gedung itu. ''Saya pergi ke sana dengan mengenakan jubah Afrika yang berwarna-warni,'' terangnya.

Kepada seorang pemuda yang ditemuinya di pusat kebudayaan Afrika ini, ia mengutarakan niatnya untuk menjadi seorang Muslim. Di hadapan mereka, ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Ketika pertama kali mengucapkan kalimat syahadat, mereka memanggilnya dengan Abdul Kareem.

Namun, Hamaas berkata, ''Anda lebih tepat sebagai Abdul-Jabbar.'' Sejak saat itu, bertepatan dengan tanggal 1 Mei 1971 atau sehari setelah Milwaukee Bucks memenangi kejuaraan NBA, ia memutuskan untuk mengganti namanya dari Ferdinand Lewis Alcindor Jr menjadi Kareem Abdul-Jabbar. Keputusan untuk mengganti nama tersebut, menurut Kareem, juga didorong keinginan untuk menguatkan identitasnya sebagai orang Afro-Amerika dan sebagai seorang Muslim.

''Saya tidak akan menggunakan nama Alcindor. Secara literal itu adalah nama budak. Ada seorang laki-laki bernama Alcindor yang membawa keluarga saya dari Afrika Barat ke kepulauan Dominika. Dari sana mereka pergi ke kepulauan Trinidad, sebagai budak, dan mereka mempertahankan namanya. Mereka adalah budak-budak Alcindor. Jadi, Alcindor adalah nama penyalur budak. Ayah saya melacak hal ini di tempat penyimpanan arsip,'' terangnya.

Sebagai anak satu-satunya, keputusan Kareem untuk memeluk Islam sempat membuat khawatir kedua orang tuanya. Namun, kekhawatiran tersebut berhasil ia tepis. ''Mereka tahu saya bersungguh-sungguh. Saya pindah agama bukan untuk ketenaran. Saya sudah menjadi diri saya sendiri, dan melakukan itu dengan cara saya sendiri, apa pun konsekuensinya.''
Baginya, Islam adalah anugerah dan hidayah Allah yang tertinggi dalam menunjukkan jalan kebenaran bagi umat manusia.

Rajin Belajar

Di sela-sela kesibukannya bermain basket, Kareem masih sempat meluangkan waktu untuk mendalami Islam. ''Saya beralih ke sumber segala ilmu. Saya mempelajari bahasa Arab. Saya mulai membaca Alquran dalam bahasa Arab. Saya dapat menerjemahkannya dengan bantuan kamus. Untuk menerjemahkan tiga kalimat saya membutuhkan waktu 10 jam, tetapi saya memahami apa yang dimaksudkan secara gramatikal,'' ujarnya.

Namun, diakui dia, cukup sulit baginya untuk bisa menunaikan kewajiban shalat lima kali setiap hari. Kesulitan untuk menjalankan shalat lima waktu ini, terutama dirasakan ketika ia sedang bermain. ''Saya terlalu capai untuk bangun melakukan shalat Subuh. Saya harus bermain basket pada waktu Maghrib dan Isya. Saya akan tertidur sepanjang siang di mana saya seharusnya melakukan shalat Zuhur. Begitulah, saya tidak pernah bisa menegakkan disiplin itu,'' paparnya.

Begitu juga tatkala bulan Ramadhan tiba. Aktivitasnya yang cukup padat di lapangan, terkadang memaksanya untuk membatalkan puasa. Untuk membayar utang puasanya ini, Kareem selalu mengeluarkan fidyah.

''Karena saya tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan, saya selalu memberi makan sebuah keluarga. Saya memberi sedekah. Saya memberi uang kepada rekan sesama Muslim dan mengatakan kepadanya untuk apa uang itu.'' Pada 1973, Kareem mengunjungi Makkah, dan menunaikan ibadah haji.

Pada 28 Juni 1989, setelah 20 tahun menjalani karier profesionalnya, Kareem memutuskan untuk berhenti dari ajang NBA. Sejak berhenti bermain, menurut Kareem, dirinya menjadi semakin baik dan dapat menjalankan semua kewajibannya sebagai seorang Muslim.

''Saya rasa saya harus beradaptasi untuk hidup di Amerika. Yang dapat saya harapkan hanyalah semoga pada Hari Akhir nanti Allah rida atas apa yang telah saya lakukan,'' tukasnya.

Antara Akting, Menulis, dan Melatih

Setelah pensiun bermain basket, berbagai tawaran datang kepadanya. Namun, bukan tawaran untuk melatih sebuah tim bola basket, melainkan tawaran untuk beradu akting di depan kamera. Dunia akting sebenarnya bukan merupakan hal yang baru bagi seorang Kareem Abdul-Jabbar. Ketika masih memperkuat LA Lakers, ia pernah bermain di film Game of Death yang dirilis tahun 1978. Di film laga ini, ia harus beradu akting dengan Bruce Lee. Tawaran untuk bermain kedua kalinya di film layar lebar datang di tahun 1980. Saat itu ia harus memerankan tokoh kopilot Roger Murdock dalam film komedi Airplane! .

Penampilan Kareem di layar televisi dan film tidak berhenti sampai di situ. Ia tercatat pernah bermain di sejumlah serial televisi di Amerika Serikat. Di antaranya adalah serial komedi situasi Full House, Living Single, Amin, Everybody Loves Raymond, Martin, Different Strokes, The Fresh Prince of Bel-Air, Scrubs , dan Emergency! . Dia juga muncul di film televisi Stepen King's The Stand dan Slam Dunk Ernest . Di serial Full House , ia harus beradu akting dengan anaknya sendiri, Adam.

Pada 1994, Kareem juga menjajal peruntungannya di balik layar dengan menjadi co-producer eksekutif dari film televisi The Vernon Johns Story . Kemudian pada 2006, ia tampil dalam acara The Colbert Report . Pada 2008 ia berperan sebagai seorang manajer panggung dalam Nazi Gold .

Di luar dunia akting, ternyata ayah dari Habiba, Sultana, Kareem Jr, Amir, dan Adam ini memiliki bakat yang lain, yakni dalam bidang tulis menulis. Selain dikenal sebagai pemain basket dan bintang film, Kareem juga dikenal sebagai seorang penulis buku. Ia sudah menulis sedikitnya tujuh buku yang kesemuanya best seller .

Buku-buku hasil karyanya, antara lain Giant Steps yang ditulisnya bersama Peter Knobler (1987), Kareem (1990), Selected from Giant Steps (1999), Black Profiles in Courage: A Legacy of African-American Achievement yang ditulisnya bersama Alan Steinberg (1996), A Season on the Reservation: My Sojourn with the White Mountain Apaches yang ditulisnya bersama Stephen Singular (2000), Brothers in Arms: The Epic Story of the 761st Tank Battalion dan WWII's Forgotten Heroes yang ditulisnya bersama Anthony Walton (2005), dan On the Shoulders of Giants: My Journey Through the Harlem Renaissance yang ditulisnya bersama Raymond Obstfeld (2007).

Kendati demikian, olahraga basket tidak bisa dipisahkan dari diri Kareem. Salah satu keinginan terbesarnya saat ini adalah bisa melatih salah satu klub NBA. Setelah memutuskan berhenti bermain, posisi tertinggi Kareem hanya sebagai asisten pelatih sejumlah klub NBA. Los Angeles Clippers dan Seattle SuperSonics menggunakan jasanya untuk melatih center muda Michael Olowokandi dan Jerome James.

Pada 2005, ia kembali ke Lakers sebagai asisten khusus pelatih kepala Phil Jackson. Tugasnya mengasah kemampuan center muda Lakers, Andrew Bynum. Ia dinilai berhasil dengan semakin meningkatnya performa Bynum. Musim lalu, Kareem berjasa mengantarkan Lakers juara NBA dengan kontribusi 14 poin dan delapan rebound per game .

Ia juga pernah menjadi pelatih kepala, tapi hanya di tim sekelas Oklahoma Storm. Tim ini bermain di United States Basketball League pada 2002, sebuah liga kelas bawah tempat para pemain mengasah kemampuan sebelum berkiprah di NBA atau liga-liga lain. dia/sya/taq

Biodata :

Nama Asli : Ferdinand Lewis Alcindor Jr
Nama Muslim : Kareem Abdul Jabbar
Masuk Islam : 1971
Lahir : New York City, 16 April 1947
Orang Tua : Ferdinand Lewis Alcindor Sr dan Cora Lilian
Klub Pertama : Tim Basket UCLA

Klub Profesional :
- Milwaukee Bucks (1969-1975)
- LA Lakers (1975-1989)

Penghargaan:
- Enam kali NBA MPV (1971-1972, 1974, 1976-1977, 1980)
- 19 kali menjadi tim NBA All Star (1970-1977 dan 1979-1989).
- Dua kali Finalis NBA MPV (1971, 1985)
- 10 kali All-NBA Team (1971-1973, 1974, 1976-1977, 1980-1981, 1984, 1986).
- Lima kali All-NBA Second Team (1970, 1978-1979, 1983, 1985).
- Lima kali NBA All-Defensive First Team (1974-1975, 1979-1981)
- Enam kali NBA All-Defensive Second Team (1970-1971, 1976-1978, 1984).
- NBA Rookie of The Year (1970)
- NBA All-Rookie Team (1970); dan banyak lagi

Prestasi :
- Juara NBA (1971) bersama Milwaukee Bucks
- Juara NBA (1980, 1982, 1985, 1987, 1988) bersama LA Lakers
 


sumber: kisahmuallaf.com

SelengkapnyaKareem Abdul Jabbar, Lompatan Iman Si Raja Basket
 
© Copyright 2010. www.iqro.tk . All rights reserved | www.iqro.tk is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com